Kesombongan adalah dosa yang mengintai manusia dari dekat. Kita mudah sekali jatuh dalam kesombongan terutama bila kita merasa hebat, lebih daripada yang lain, serta memiliki segala sesuatu. Dalam taraf tertentu kesombongan tersebut menjadi begitu ekstrim. Kita merasa bisa melakukan segala sesuatu tanpa bantuan siapapun. Jika kesuksesan itu datang maka andil terbesar adalah pada diri kita, bukan orang lain bahkan termasuk Tuhan. Pusat dunia berubah menjadi diri sendiri, padahal Ia mengundang kita untuk menjadikan-Nya pusat seluruh kehidupan kita. 

Mazmur 2:1-12 menunjukkan pernyataan di atas dengan sangat dramatis. Ayat 1-3 adalah gambaran dari kesombongan dan kedegilan hati manusia yang biasanya menghinggapi para raja-raja. Pada masa itu seorang raja mendapat perlakuan sangat istimewa bahkan dalam beberapa tradisi, mereka diposisikan sebagai keturunan yang Ilahi dengan perintah mutlak yang harus dituruti siapapun. Dalam cara pandang demikian sangatlah mudah bagi seseorang untuk meninggikan dirinya bahkan hingga pada titik melawan Sang Pencipta. Demikian pula para bangsa-bangsa yang ribut sendiri untuk menentukan yang terbaik di antara mereka. 

Melihat fenomena tersebut Sang Raja Semesta hanya bisa tertawa bahkan mengolok-olok dalam arti prihatin terhadap kesia-siaan yang mereka lakukan karena mencoba melawan-Nya. Allah menegaskan bahwa Ia sendirilah yang memilih dan menugaskan orang yang telah diperkenan-Nya. Kepada sosok itulah seluruh pembesar dan raja-raja di Bumi akan bertekuk lutut. Siapa sosok tersebut tidak menjadi fokus utama, melainkan siapa yang mengutusnya lah yang hendak digarisbawahi, yakni Tuhan sendiri. Oleh sebab itu para raja, hakim, atau orang-orang yang memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan, diajak untuk berefleksi. Hendaknya mereka menjadi bijaksana dalam keseharian dan menjalankan tugas. Kebijaksanaan itu tampak dari pengakuan tulus akan keberadaan-Nya dan menundukkan diri hanya kepada Tuhan. 

Sahabat Alkitab, dalam relasi Tuhan dengan ciptaan-Nya, kesombongan sama sekali tidak mendapatkan tempat. Maka kiranya kita pun diundang untuk merefleksikan kehidupan kita masing-masing. Dengan segala berkat yang telah dikaruniakan-Nya, apakah kita menjadi pribadi-pribadi yang rendah hati atau malah sebaliknya, berbalik dari Allah dan merasa semuanya terjadi karena upaya kita semata. Bertobatlah dan jalanilah hidup dalam pengakuan hanya Tuhan saja lah pemilik segala sesuatu yang jauh lebih berkuasa dari siapapun.