Kehidupan yang kita jalani bagaikan sebuah roda yang terus bergulir. Pada satu titik kita akan berjumpa dengan beragama kesukacitaan dalam hidup. Tidak lama berselang, bisa saja kehidupan membawa kita pada tantangan serta pergumulan yang teramat berat. Sebagai umat Tuhan maka pertanyaan yang terpenting ialah dapatkah kita senantiasa memuji kebesaran-Nya dan mengarahkan pengharapan kepada Dia Sang Sumber pertolongan.
Hal itulah yang direfleksikan pemazmur dalam perikop yang kita baca. Ia pernah dalam posisi terpuruk. Musuh-musuhnya bersukacita atas kehancuran yang dialaminya. Meskipun demikian Tuhan tetap berkenan menyelamatkan-Nya. Bahkan keberkuasaan Tuhan itu nampak dalam kehendak-Nya mengangkat sang pemazmur dari dunia orang mati yang tidak terkalahkan itu. Ia pernah terpuruk tetapi kematian tidak sampai merenggutnya.
Dalam keterhimpitan dan ancaman yang datang, sang pemazmur senantiasa mengarahkan pandangan-Nya kepada Allah. Hanya kepada Tuhan saja ia berseru dan memohon belas kasihan. Atas dasar itulah ia senantiasa mau bersyukur kepada Tuhan atas hikmat serta kebaikan-Nya yang tidak pernah berkesudahan. Maka ia bertekad untuk mempersembahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan dan berkomitmen untuk memuliakan Tuhan selama-lamanya. Ratapan yang dahulu dialaminya, rupanya telah diubah Allah menjadi tarian. Kesedihan tidak lagi mengiringi melainkan telah diganti dengan sorak-sorak sukacita karena penyelamatan-Nya.
Sahabat Alkitab, marilah kita menyadari keberadaan kita yang singkat di dunia ini sesungguhnya adalah karunia Tuhan semata. Masalah dan pergumulan mungkin boleh datang silih berganti, tetapi Tuhan senantiasa hadir dan tidak membiarkan kebinasaan menjumpai kita. Bagaikan ratapan yang berubah menjadi tarian, demikianlah pertolongan Tuhan yang senantiasa datang dan menghadirkan sukacita dalam hidup kita.