Pernahkah dalam perjalanan kehidupan beriman yang dijalani, kita merenungkan dengan sungguh makan ibadah yang kita lakukan? Ibadah sejatinya adalah bentuk bakti dan syukur kita atas segala karya yang telah Allah kerjakan dalam semesta. Ibadah sekaligus puji-pujian kepada-Nya dan segala penyertaan-Nya.
Sorak-sorai dan puji-pujian itulah yang diutarakan pemazmur dalam perikop yang kita baca pada saat ini. Ia mengajak umat untuk memuji Dia. Bersyukur dengan kecapi, bermazmur dengan gambus sepuluh tali. Keduanya adalah alat musik yang lazim dipergunakan dalam ibadah saat itu. Sepertinya syair yang kita baca pada saat ini adalah puji-pujian dalam ibadah orang-orang Israel. Alasan bagi puji-pujian itu tidak lain adalah keberadaan Tuhan dan karya yang dikerjakan-Nya. Berbeda dengan kita yang biasanya memanjatkan puji-pujian kepada Allah saat Ia memenuhi permintaan kita. Pujian yang diinisiasi pemazmur berlandaskan keberadaan Tuhan semata yang menyemarakkan bumi dengan firman-Nya serta kesetiaan-Nya yang terentang untuk selama-lamanya.
Maka marilah seluruh isi bumi datang kepada-Nya. Berbuat benar di hadapan Tuhan dengan mencintai keadilan dan hukum sebagai bentuk penghormatan kepada karya-Nya. Sudah sewajarnya bila kita takut dan gentar kepada TUHAN karena seluruh semesta dijadikan oleh-Nya.
Sahabat Alkitab, marilah mengarahkan hidup kita hanya kepada-Nya saja. Pujilah Dia melalui seluruh kehidupan kita. Seringkali kita terkecoh dengan menganggap bahwa pujian kepada-Nya hanya dipanjatkan saat keinginan serta kebutuhan kita terpenuhi. Padahal alasan utama kita memuji dan menyembah-Nya adalah karena kasih setia-Nya serta rancangan Tuhan yang indah dan teramat baik.