Kita hidup di tengah masyarakat yang cenderung apatis terhadap kejahatan yang merajalela. Mereka yang licik, manipulatif, haus kuasa, atau menindas sesama sering kali justru berjaya. Budaya “asal cuan”, pertemanan penuh intrik, hingga struktur sosial yang membungkam keadilan, semuanya membentuk atmosfer “toxic” yang mengikis integritas. Hidup dalam lingkungan semacam ini, tak jarang membuat kita bertanya, masih perlukah kita tetap hidup benar? Mengingat seringkali ketulusan yang kita justru menjadi bumerang? Mazmur 37 menjadi suara penghiburan dan peneguhan bagi kita yang berjuang di tengah dunia yang menyesakkan.
Mazmur 37 dibuka dengan peringatan, “Jangan geram terhadap orang jahat”. Pemazmur memahami betapa mudahnya kita merasa geram saat melihat orang fasik makin sukses dengan cara-cara kotor. Tapi alih-alih menuruti amarah, kita diajak masuk dalam pola hidup alternatif, yaitu percaya kepada Tuhan, tetap berbuat baik, dan senantiasa meletakkan pengharapan kepada-Nya. Pemazmur tidak menutup mata terhadap kenyataan, tapi ia menegaskan bahwa kesabaran dan kepercayaan adalah aksi spiritual yang aktif dan mendalam. Selanjutnya pada ayat 9–11 pemazmur menegaskan bahwa masa depan bukan milik para penindas, tapi milik mereka yang rendah hati. Istilah “mewarisi negeri” dan memiliki syalom yang berlimpah menggambarkan pemulihan sosial yang utuh. Pada saat itu terjadi, keadilan dan kedamaian akan berpihak pada orang benar. Namun umat tetap diingatkan bahwa dalam realita kehidupan tetaplah keras. Ayat 12–15 menggambarkan niat jahat dan ancaman dari orang fasik, tetapi Allah akan membalikkan rencana jahat mereka menjadi kehancuran mereka sendiri.
Sahabat Alkitab, Mazmur 37 bukan sekadar nasihat moral; ia adalah kompas iman bagi mereka yang hidup dalam tekanan sistem yang merusak. Hidup benar di lingkungan yang toxic bukan hanya mungkin, tapi juga panggilan iman. Kita tidak dipanggil untuk membalas dengan senjata yang sama, tetapi untuk berdiri teguh dalam kepercayaan akan keadilan Allah yang bekerja dalam keheningan, dalam waktu-Nya, dan dengan cara-Nya. Dalam dunia yang tergoda mengejar jalan pintas, Mazmur ini mengingatkan: kejahatan tidak punya akar yang tahan lama. Yang akan bertahan adalah hati yang takut akan Allah, tangan yang tidak menumpahkan darah, dan langkah yang menolak ikut arus kebengisan. Maka, jangan biarkan hatimu terbakar oleh kekejian dunia. Biarkan hatimu tetap hangat oleh kepercayaan: Allah melihat, dan Ia bertindak.