Seorang pemimpin sudah sepatutnya menyadari bahwa dipundaknya ada harapan dan doa dari orang-orang yang dipimpinnya. Sudah sepatutnya hal tersebut disadari oleh seorang pemimpin yang baik. Kesadaran itu tidak melahirkan beban melainkan rasa tanggung jawab untuk dapat menjalankan kepemimpinannya bukan demi kemasyhuran pribadi melainkan demi kebaikan serta kesejahteraan sebanyak mungkin orang. Bukankah hal itulah yang juga menjadi doa kita bagi para pemimpin bangsa atau para pemimpin di tempat kerja kita masing-masing?
Mazmur 45 mengungkapkan sebuah syair yang sepertinya ditujukan pada upacara pernikahan raja. Namun dalam paruh pertama pasal tersebut kita dapat melihat sebuah puja puji yang menggambarkan gambaran ideal seorang pemimpin (Raja). Pemazmur menggambarkan seorang raja sebagai sosok yang elok serta bersahaja. Meskipun demikian sang raja adalah juga seorang pejuang yang tangguh. Ia memiliki keberanian untuk dapat membela kerajaannya.
Dalam kepemimpinannya, sang raja didoakan agar mengedepankan perikemanusiaan. Ia berpihak pada keadilan dan membenci kefasikan. Hikmat dan kebijaksanaan dalam memimpin dilandasi pada kesadaran bahwa hanya Tuhan sajalah yang menjadi dasar dari segala keputusannya. Takhtanya bukan karena kehebatannya sendiri melainkan karena Allah mempercayakan takhta itu kepada-Nya.
Sahabat Alkitab, gambaran pemimpin yang terungkap dalam pemazmur menjadi gambaran ideal kita juga atas para pemimpin yang ada di sekitar kita. Pada saat yang sama jika kita dipercaya menjadi seorang pemimpin di manapun itu maka jalankanlah peran serta tanggung jawab kita dengan takut akan Allah. Posisi dan segala keistimewaan yang datang mengiringi jabatan sebagai pemimpin haruslah disadari sebagai milik Allah semata. Dengan demikian seseorang akan memimpin/memerintah bukan dengan hawa nafsunya melainkan dalam kesadaran atas pertanggungjawaban penuh kepada Allah.