Masih ingatkah saudara dengan peribahasa berikut ini, “gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama.” Peribahasa tersebut memiliki makna bahwa setiap manusia akan dikenang berdasarkan perbuatannya selama hidup di dunia, bahkan hingga kematian itu datang, ingatan akan perbuatannya tersebut akan tetap abadi. Maka berjuanglah untuk melakukan apa yang baik selama hidup di dunia.
Mazmur 72 diduga sebagai mazmur yang dinyanyikan saat penobatan seorang raja. Maka dari itu kita dapat melihat syairnya berisi pengagungan sekaligus harapan terhadap raja. Pada ayat 1-11 salah satu poin yang menonjol adalah keberpihakan raja kepada mereka yang miskin dan tertindas serta keadilan yang selalu dijunjung tinggi. Selanjutnya di ayat 12-13, ditegaskan kembali harapan tersebut. Sebagaimana juga yang terjadi di masa kini, rupanya di masa lampau terutama di dunia Israel kuno, sistem feodalistik yang ada membuat kemiskinan merajalela. Bukan hanya itu saja, biasanya orang-orang tersebut selalu dikesampingkan dalam aspek kehidupan masyarakat. Disinilah pemazmur menggaungkan harapan terhadap seoarang raja. Ia harus membawa perubahan.
Mereka yang tertindas dan minta tolong dilepaskannya. Keberpihakannya selalu terarah bagi mereka yang tersisih serta terpinggirkan. Pengagungan atas raja (ay. 15-17) terjadi karena tindakannya tersebut. Semesta turut bersukacita atas keadilan Allah yang ditegakkan melalui raja tersebut. Maka pada akhirnya hanya Tuhan lah yang patut untuk dipuji.
Sahabat Alkitab, saat dunia memalingkan mukanya dari mereka yang tersisihkan dan terpinggirkan, justru disitulah panggilan kita untuk hadir bagi mereka akan semakin menggema. Dewasa ini orang-orang berlomba mencari kesempatan untuk dikenal oleh mereka yang kaya dan penuh kuasa, tetapi orang Kristen harus berani memilih untuk hidup dalam kebersahajaan dan kepedulian terhadap mereka yang menderita. Bukankah itu juga yang diinginkan dan diharapkan Allah agar senantiasa diupayakan oleh umat-Nya.