Menjadi seorang pengikut Kristus merupakan sebuah keputusan yang membutuhkan upaya berkelanjutan. Ini adalah proses yang tidak akan pernah usai. Mengapa? Karena semua pernyataan iman perlu diwujudkan dalam berbagai aksi yang sebanding. Oleh sebab itu, mengikut Kristus tidak akan pernah menjadi proses pasif yang hanya meminta dan menerima, tanpa melakukan upaya yang nyata.
Sikap Petrus di dalam peristiwa Pentakosta, ketika banyak orang mencemooh para rasul, merupakan salah satu contoh upaya iman yang dapat kita jadikan bahan permenungan lebih lanjut. Kondisi yang perlu kita sadari adalah para murid masih berada di tengah situasi yang tidak kondusif. Maksudnya, mereka tetap mendapatkan tekanan represif yang tidak jarang dapat membahayakan nyawa dari kelompok-kelompok di sekitarnya. Di tengah situasi-kondisi yang demikianlah peristiwa Pentakosta dan mereka menjadi pusat perhatian banyak orang Yahudi di kota Yerusalem. Mereka pun mendapatkan berbagai respons, entah yang terkagum maupun yang menolak. Namun, Petrus tetap berani mengutarakan imannya sebagai pengikut Kristus menghadapi berbagai cibiran dan penolakan terhadap para murid yang telah dipenuhi Roh Kudus.
Sahabat Alkitab, perikop ini telah menunjukkan bahwa mewujudkan hidup yang sesuai dengan bimbingan Roh Kudus ternyata tidak jarang menjadikan kita berbeda dari dunia sekitar. ‘Berbeda dari dunia’ bukan berarti kita menjadi eksklusif dan tidak mau menghidupi iman di dalamnya, melainkan seringkali sikap hidup yang muncul sebagai hasil dari keberadaan Roh Kudus Tuhan justru tidak searah dengan arus dunia. Hal inilah yang mengakibatkan para murid mendapatkan penolakan dan cemoohan ketika mereka berbicara dalam bimbingan Roh Kudus. Meski demikian, khobtah Petrus di hadapan khalayak ramai telah menegaskan tentang konsekuensi sekaligus komitmen dalam menjalan peran sebagai umat TUHAN.
Kita tentu sudah sering mendengarkan khotbah tentang konsep hidup yang berlandaskan firman TUHAN. Bahkan, mungkin saja banyak di antara kita yang sudah terbiasa untuk membaca Alkitab dan mendapatkan banyak pelajaran hidup yang ideal darinya. Persoalannya adalah bukan pada ‘seberapa banyak yang kita ketahui’, melainkan ‘seberapa banyak yang mampu kita wujudkan’. Jadi, apakah anda bersedia mempertahankan sikap hidup dalam bimbingan Roh Kudus meski tidak jarang mendapatkan penolakan dari dunia