Di tengah dunia yang semakin cepat dan kompetitif, berbuat baik sering kali terasa seperti pilihan yang merugikan. Kita melihat orang yang berlaku curang justru dipuji, yang menindas justru berkuasa, dan yang jujur kadang dianggap naif. Banyak orang mulai bertanya dalam hati, “Apa gunanya tetap berbuat baik kalau akhirnya aku yang dirugikan?” Pertanyaan ini nyata, terutama ketika kebaikan tidak mendapat ruang dan keadilan terasa jauh. Namun Mazmur 97 mengingatkan kita bahwa realitas yang kita lihat bukanlah keseluruhan cerita. Ada Raja yang memerintah atas semesta, dan pemerintahan-Nya berlandaskan kebenaran dan keadilan. Dengan kata lain, kebaikan tidak pernah sia-sia, sebab ada Tuhan yang hadir dan bekerja meski dunia tidak selalu tampak berpihak.
Mazmur 97 dimulai dengan gambaran teofani yang agung (ayat 1-5): Tuhan bertahta, dan seluruh bumi bersukacita. Awan, kekelaman, kilat, dan gunung yang luluh seperti lilin, melukiskan kemisteriusan sekaligus kemahakuasaan-Nya, menggemakan pengalaman Israel di Sinai. Takhta Tuhan berdiri di atas kebenaran dan keadilan, bukan capricious power atau kekuasaan yang berubah-ubah karena keputusan yang dibuat secara impulsif, tanpa pertimbangan yang masuk akal atau tanpa alasan yang jelas. Pada bagian berikutnya (ayat 6-9), respons ciptaan dan manusia dihadirkan. Bahkan jika ada ilah lain, semuanya tunduk kepada Tuhan yang adalah Raja semesta. Bagi umat-Nya, kedatangan Tuhan adalah kabar sukacita, sebab kebenaran pada akhirnya akan menang. Kemudian bagian terakhir (ayat 10-12) menegaskan bahwa Tuhan menjaga orang yang mengasihi-Nya. Kebaikan mungkin tidak segera berbuah, tetapi ia disemai dan tidak hilang.
Mungkin bagi sebagian orang, kebaikan sering kali tidak terasa menguntungkan karena hasilnya tidak instan. Carl Jung pernah mengatakan bahwa pertumbuhan kepribadian memerlukan keberanian untuk memilih yang benar sekalipun terasa menyakitkan. Kebaikan membentuk karakter, dan karakter membentuk makna hidup. Maka, berbuat baik bukan terutama soal hasil yang terlihat, melainkan proses pembentukan diri menjadi pribadi yang sejati. Mazmur 97 mengajarkan bahwa dunia ini berada dalam pemerintahan Tuhan yang adil. Kebaikan mungkin tidak diberi apresiasi sekarang, tetapi ia selaras dengan struktur moral semesta. Dan ketika kita berbuat baik, sejatinya kita sedang hidup sesuai dengan diri terdalam kita sebagai gambar dan rupa Allah.
Sahabat Alkitab, jangan pernah menyesal berbuat baik. Meskipun dunia tampak penuh kegelapan, Tuhan memberi terang kepada orang benar. Setiap kebaikan yang kita lakukan seperti benih yang ditanam dalam ladang kehidupan. Maka, ketika kita tetap memilih mengasihi di tengah kebencian, bersabar di tengah kemarahan, bersikap adil di tengah tekanan, kita sedang mengambil bagian dalam pemerintahan Tuhan yang kudus. Kita mungkin tidak selalu melihat hasilnya sekarang, tetapi kebaikan tidak pernah sia-sia di hadapan-Nya. Mazmur 97 mengundang kita untuk melanjutkan perjalanan iman dengan teguh, sebab pada akhirnya, sukacita dan terang itu akan terbit. Berbuat baik bukan sekadar tindakan moral, melainkan cara kita ikut memuliakan Raja semesta.
























