Kita selalu menghadapi perjalanan hidup dengan segala pasang-surut kondisi yang muncul, mulai dari yang menyenangkan hingga beragam situasi sulit yang meresahkan, bersama Tuhan. Namun, memang tidak dapat dipungkiri bahwa seringkali pergumulan dan tekanan hidup membuat kita sangat mudah untuk mempertanyakan, menggugat, meragukan bahkan merendahkan peran aktif Tuhan. Hal ini pula yang terjadi pada bangsa Israel, tepatnya pada saat mereka sedang berada pada satu momen penting dalam perjalanan hidup dan iman mereka sebagai sebuah bangsa.
Salah satu permasalahan serius yang dimiliki oleh orang Israel adalah ketidakmampuan mereka dalam menghadapi kenyataan hidup yang berkaitan dengan kecenderungan mereka untuk bersungut-sungut kepada Tuhan. Fakta atas kekayaan dan kemakmuran tanah Kanaan ternyata menjadi seolah tidak berarti di hadapan bangsa Israel sebagai sesuatu yang sangat layak untuk diperjuangkan hanya karena fakta mengenai keberadaan para penduduknya. Mereka terlalu takut untuk menghadapi fakta tersebut hingga memilih untuk menyerah dalam memperjuangkan sesuatu yang penting dalam kehidupannya, bahkan untuk sesuatu yang sangat berarti bagi diri mereka sendiri.
Perasaan minder dan takut memang bukanlah sesuatu yang salah untuk dialami oleh seorang manusia. Seorang umat Tuhan pun sangat mungkin untuk mengalami hal tersebut dan itu sangatlah manusiawi. Namun, permasalahan yang esensial pada bangsa Israel terkait hal ini adalah kecenderungan mereka yang sangat mudah untuk melupakan Tuhan. Mereka tidak memilih untuk terus berjalan dan berjuang bersama Tuhan, melainkan merendahkan kuasa dan perkataan Tuhan itu sendiri. Hal ini pun perlu menjadi pembelajaran iman yang perlu kita refleksikan ke dalam hidup kita masing-masing di tengah segala dinamika petualangan hidup yang ada. Kita perlu berhati-hati karena alih-alih mengarahkan diri dan iman untuk menjadi semakin mengandalkan Tuhan di tengah ketakutan, kita bisa saja lebih memilih untuk merendahkan perkataan Tuhan dan meninggalkan-Nya. Hal ini terjadi karena kita lebih memilih untuk menyerahkan diri kepada ketakutan terhadap kenyataan hidup dibanding menyerahkan diri kepada Tuhan.