Pentakosta merupakan salah satu peristiwa yang terus dirayakan dalam tradisi bergereja pada umumnya. Melalui perayaan ini, setiap umat Tuhan mengingat dan memaknai besarnya dampak kehadiran Roh Kudus atas diri setiap umat yang menerima Kristus. Memang, terdapat banyak bentuk pemaknaan dan perayaan atas hari Pentakosta. Masing-masing denominasi pun memiliki pemahamannya yang khas atas kemampuan berbahasa seperti yang muncul pada ayat 4, “Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya.” Namun, renungan ini tidak akan menitikberatkan perhatian pada pemahaman manakah yang lebih benar terkait topik tersebut, melainkan berfokus pada fakta yang tertera pada teks Kis. 2:1-6 itu sendiri.

Salah satu nilai yang sangat berharga dalam kisah ini adalah mengenai pemberdayaan dari Roh Kudus atas diri setiap umat yang menerima-Nya. Hal ini terbukti melalui catatan pada ayat 6 yang menunjukkan bahwa setiap orang Yahudi saleh yang berasal dari berbagai daerah dapat memahami perkataan para rasul yang berbahasa dalam pimpinan Roh Kudus. Hal yang sangat menarik adalah catatan pada ayat 6 yang menuliskan, “…mereka masing-masing mendengar rasul-rasul itu berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri.” Artinya, dapat kita simpulkan bahwa setiap orang Yahudi yang berkumpul di Yerusalem pada saat itu tidak hanya berasal dari berbagai daerah tetapi menggunakan bahasa yang berbeda pula. Meski demikian, toh ternyata mereka sangat dapat memahami perkataan para rasul dengan bahasa mereka masing-masing. Inilah sebuah universalitas bahasa Roh Kudus yang hadir melalui diri para rasul.

Sahabat Alkitab, catatan pembuka mengenai peristiwa Pentakosta ini semestinya menyadarkan setiap umat percaya tentang keterbukaan dan keuniversalan kuasa Roh Kudus melalui diri setiap pengikut Kristus. Keberadaan Roh Kudus pada setiap umat Tuhan berarti memampukan mereka untuk melakukan berbagai karya pelayanan yang terbuka dan ramah bagi setiap orang tak terbatas pada kategori apa pun. Sesungguhnya kehadiran setiap umat Tuhan yang hidup dalam bimbingan Roh Kudus merupakan bahasa universal yang menghadirkan kejelasan dan ketentraman pada banyak orang, bukan justru menciptakan beragam tembok pemisah. Hal ini pun perlu menjadi evaluasi atau otokritik terhadap cara hidup maupun identitas yang selama ini dibangun oleh setiap umat Tuhan maupun antar denominasi di dalam lingkungan kekristenan. Jangan-jangan, kita terlalu tertutup untuk mendalami peran Roh Kudus hingga justru mengerdilkan kuasa-Nya yang terlalu luas dari yang dapat dibayangkan.