‘Bersedia menerima, namun enggan untuk memberi’ adalah kalimat yang cukup menggambarkan perilaku Ananias dan Safira. Pada bagian sebelumnya kita telah melihat praktek hidup jemaat yang menjunjung tinggi sikap sepenganggungan. Mereka saling mencukupkan dengan segala modal pribadi yang mereka miliki untuk kemudian dijual dan dibagikan sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Namun, Ananias dan Safira tidak memiliki hati yang cukup besar untuk melakukannya. Sebagai bagian dari jemaat yang melakukan praktek ‘satu untuk semua, semua untuk satu’, Ananias dan Safira sudah pasti merasakan dampak yang sangat menguntungkan dari kegiatan pembagian hasil penjualan. Masalahnya adalah mereka hanya mau menerima, namun enggan untuk memberi bagi komunitas itu sendiri.
Kehadiran Ananias dan Safira merupakan contoh dari ketimpangan hidup berjemaat yang perlu disikapi untuk menghindari kondisi yang tidak sehat di tengah komunitas. Apabila dibiarkan terus ada dalam hidup berjemaat, maka perilaku seperti demikian akan menjadi ‘penyakit’ yang menggerogoti keutuhan dan soliditas jemaat sebagai komunitas iman. Hal ini pula yang dilakukan oleh Petrus, tepatnya pada saat ia menginterogasi Ananias. Kebohongan dan tindakan jahat yang dilakukan oleh Ananias dan Safira pun segera diketahui oleh seluruh jemaat serta menjadi bahan pembelajaran bagi seluruh anggota agar tidak mengulang kesalahan yang sama.
Sahabat Alkitab, firman Tuhan pada hari ini telah menunjukkan kepada kita bahwa menjaga soliditas hidup berjemaat merupakan tanggung jawab iman bagi setiap anggota di dalamnya. Kita perlu menyadari bahwa kehadiran gereja sebagai komunitas iman merupakan anugerah dari Tuhan yang perlu terus kita jaga dan pelihara bersama. Persoalannya adalah ketika kesadaran untuk menjaga keutuhan hidup berkomunitas sebagai sebuah jemaat semakin berkurang pada diri umat Tuhan. Alhasil, tidak banyak orang yang menghargai nilai hidup bersama dalam komunitas dan semakin tidak menganggap penting berbagai kegiatan berjemaat. Oleh sebab itu, kiranya firman Tuhan pada hari ini dapat kita resapi untuk membangun soliditas sebagai komunitas iman di dalam kehidupan berjemaat.