Menurut Virginia Woolf, " seseorang tak akan bisa berpikir jernih, mencintai dengan tulus, juga tidur nyenyak, jika perut mereka kosong." Urusan perut bukan saja melancarkan sebuah urusan komunikasi. Di dunia politik, ada istilah diplomasi kuliner, dimana makanan bisa digunakan sebagai alat untuk membangun hubungan antara negara, kerja sama, juga alat untuk mencapai perdamaian. Di atas meja makan, Yusuf akan membuka komunikasi dengan saudara-saudaranya. Yusuf mengharapkan rasa rindu kepada saudara-saudara dapat terobati. Dengan terjadinya percakapan meja makan diharapkan akan tercipta pengampunan, pertobatan, dan perdamaian.
Sahabat Alkitab, Yusuf menjamu ke-11 saudaranya di rumahnya. Meskipun Yusuf adalah Gubernur Mesir, tapi tidak membeda-bedakan makan yang disajikan. Makanan yang ada di mejanya dapat dimakan oleh siapapun, termasuk oleh orang Ibrani yang tidak boleh makan semeja dengan orang Mesir. Yusuf menyambut saudara-saudaranya dengan pengampunan, bahkan ia menjamunya dengan penuh kasih. Dia tidak mendendam tapi malah menangis karena begitu mengasihi saudara-saudaranya.
Sama seperti Tuhan Yesus yang telah menganugerahi keselamatan dan sejahtera kepada kita manusia berdoa. Dia mengampuni segala dosa dan pelanggaran kita agar kita dapat duduk semeja dengan-Nya. Dia memberi tempat tertinggi bagi yang kecil dan lemah. Oleh karena kasih persaudaraan & dalam sukacita di sorgaNya, Tuhan Yesus kelak akan menjamu makan bagi kita yang disebut anak-anak Allah, umat tebusan-Nya.
Salam Alkitab Untuk Semua.