Setelah mencoba beberapa kali bersandiwara dan merancangkan sebuah peristiwa di depan saudara-saudaranya, akhirnya pertahanan hati dan perasaan Yusuf luruh. Yusuf mencoba tegar, namun tak kuasa membuka penyamarannya untuk memperkenalkan diri kepada saudara-saudaranya. Yusuf tidak tega melihat ketegangan dan ketakutan di wajah abang-abangnya karena dituduh mencuri dan takut kehilangan Benyamin adik bungsunya dan sekaligus memberikan rasa aman dan ketenangan kepada saudara-saudaranya. Pengungkapan penyamaran Yusuf juga didorong oleh kuatnya rasa rindu yang sudah tak terbendung lagi. Yusuf ingin memeluk, mencium, dekat, menangis, menghibur, dan bersukacita bersama saudara-saudaranya.
Sahabat Alkitab, Yusuf telah melupakan dan mengampuni perbuatan jahat saudara-saudaranya yang telah mencelakakan hidupnya. Yusuf tetap menganggap abang-abangnya sebagai saudaranya. Yusuf mengasihi mereka tanpa pandang bulu. Meskipun mereka berlaku jahat, Yusuf tetap mengasihi mereka. Belajar dari Yusuf, kita harus melihat kakak atau adik kita benar-benar sebagai saudara, bukan sebagai musuh, ancaman, dan pesaing.
Meskipun keberadaan kita sebagai anak tunggal, kita semua pasti memiliki yang namanya "saudara", entah itu saudara sepupu, keponakan, saudara tiri, saudara seibu/seayah, atau itu saudara seiman, sebangsa, dan sesama manusia. Di tengah-tengah kehidupan kita bermasyarakat, kita dipanggil untuk hidup saling mengasihi sesama. Sekalipun memang dalam kehidupan bersama tersebut terjadi konflik karena perbedaan pandangan. Dalam kehidupan bersama itu sebenarnya kita sedang belajar untuk saling menerima kelebihan dan kekurangan orang lain. Di samping itu kita juga diajar untuk mengampuni dan memaafkan. Bahkan pengajaran Tuhan Yesus mengajak kita supaya harus mengasihi saudara dan sesama seperti mengasihi diri sendiri. Marilah menjadi saudara bagi sesama kita.
Salam Alkitab Untuk Semua