Sahabat Alkitab, silakan renungkan pertanyaan berikut: Mengapa anda beriman kepada Tuhan? Dan, apa tujuan utama anda tetap mempertahankan iman dalam hubungan bersama Tuhan sampai saat ini? Setiap orang tentu memiliki pengalaman hidup, jawaban dan tujuannya masing-masing. Namun, pada saat ini kita akan merenungkan sebuah nilai beriman yang sangat perlu kita cermati dari kisah hidup seorang pengikut Tuhan yang begitu setia, yakni Stefanus.
Kita perlu menyadari bahwa menjadi pengikut Kristus, mempertahankan iman kepada Tuhan secara teguh tidak berarti hidup kita akan selalu mudah atau bahkan, lepas dari beragam kondisi yang tidak menyenangkan. Kisah Stefanus dalam bacaan hari ini telah menunjukkan bahwa seorang beriman yang begitu giatnya melakukan pekerjaan Tuhan tetap mendapatkan pengalaman yang sangat tidak ramah. Stefanus tidak hanya ditolak, tetapi ia juga menjadi objek kebohongan dari pihak-pihak yang tidak menyukainya. Bahkan, fitnah yang dituduhkan kepada Stefanus tergolong cukup krusial karena terkait dengan eksistensi Bait Suci, citra Musa dan Allah. Alhasil, posisi Stefanus pun menjadi sangat terancam di tengah kumpulan orang banyak pada saat itu.
Sahabat Alkitab, bacaan firman Tuhan pada hari ini memang menampilkan kisah yang menyedihkan. Namun, pada sisi lain kita justru melihat sebuah kenyataan hidup beriman yang perlu disadari dan diterima oleh seluruh umat Tuhan. Kisah Stefanus membuktikan bahwa tingkat keimanan, keteguhan komitmen dan keseriusan terlibat dalam karya Tuhan tidak menjadi sebuah ‘tiket’ untuk lepas dari segala tantangan maupun pergumulan hidup. Justru, keintiman relasi yang manusia bangun dengan Tuhan lah yang memampukannya untuk terus menghadapi berbagai ketidaknyamanan maupun pergumulan tersebut. Artinya, sungguhlah tidak tepat bagi seorang umat Tuhan membentuk sikap pamrih pada saat ia beriman kepada-Nya karena ingin terlepas dari ketidaknyamanan hidup.