Pembaca Alkitab mungkin merasa seperti pendoa yang tak dijawab. Dunia tempat kita berada sudah begitu buruk dan kacaunya, sehingga kita tidak mampu berbuat apa-apa. Kita berharap Tuhanlah yang mengubah keadaan. Di balik semua ini, ada persoalan yang lebih mendasar. Hal utama yang harus kita perbuat adalah menyadari bahwa Allah menuntut kita untuk bertanggung jawab, terhadap sesama dan terhadap Allah. Pemulihan tidak akan terjadi tanpa pertobatan pada pihak manusia. Di masa ketika suara atau pewartaan tentang pertobatan dianggap tidak relevan, bagi orang percaya pertobatan sosial selalu bermakna dalam kehidupan.
Kita mungkin ada di posisi yang ditindas atau diperlakukan tidak adil. Namun, mungkin juga kita yang termasuk pihak yang menindas. Di mana pun posisi kita, pesan pertobatan tetap berlaku. Orang yang mengalami ketidakadilan cenderung terpojok dan percaya bahwa tidak ada harapan. Mereka yang menindas telah mendapat keuntungan dari berbagai bentuk ketidakadilan itu sehingga enggan untuk melihat perubahan. Bacaan kita dari Kitab Yesaya menyadarkan kita bahwa kita mungkin saja bagian dari persoalan dan harus mengakui kesalahan.
Sahabat Alkitab, pengakuan dosa hampir selalu kita temui dalam konteks ibadah. Tidak berlebihan, jika kita pun hanya menghayatinya pada saat beribadah di dalam gereja. Sesungguhnya pengakuan dosa juga perlu dihayati setiap waktu. Inilah bagian dari bentuk spiritualitas kerendahan seorang Kristen. Anugerah Allah dalam Kristus mengajarkan kita untuk terus hidup dalam pengakuan. Ada dua cara sederhana agar kita dapat mempraktikkan hal tersebut. Pertama adalah dengan sikap memaafkan. Benar, hanya orang yang dapat mengakui kesalahan-kesalahannyalah yang dapat mengampuni dengan tulus. Kedua, kira harus melatih diri untuk rendah hati. Alasannya jelas, semua orang tanpa terkecuali ada di bawah kuasa Allah, Hakim yang sama. Tidak ada yang boleh menjadikan dirinya tuan atas sesamanya hanya oleh karena keistimewaan yang dimilikinya dalam dunia.