Jika kita melihat ke belakang, perbuatan dosa yang dilakukan oleh umat Israel telah menghalangi dan merusak hubungan mereka dengan Tuhan serta mencerai beraikan umat Israel. Penggenapan janji pemulihan dalam nubuat nabi Yehezkiel ini belum seutuhnya dialami Israel. Hingga pada tahun-tahun penulisan Perjanjian Baru, orang-orang Yahudi tetap tdk bergaul dengan orang Samaria yang merupakan keturunan campuran dari Utara.
Sahabat Alkitab, sekarang kita akan melihat, bahwa ketika kita mau berproses, bertumbuh dan menjadi seorang Kristen yang baik, kita harus bersatu, menggalang kesatuan di dalam Roh. Di sini suasana paradoks muncul (bahkan mungkin lebih mendekati kontradiksi daripada sekedar paradoks). Kita ingin untuk bersatu, tetapi betulkah kita ingin bersatu? Jika kita mau jujur, siap hatikah kita untuk bersatu? Mungkin jawabannya adalah tidak. Apa sebab? Karena ada ambivalensi yang terjadi di tengah-tengah kehidupan manusia. Jika hal ini terjadi di luar Kekristenan itu adalah wajar, tetapi sayangnya inipun sudah meracuni Kekristenan juga. Persatuan versi dunia hanyalah suatu slogan, sekedar ucapan bibir yang tidak ada isinya. Maka sangatlah naif jika hanya mau mengerti persatuan ini secara dangkal dan dipermukaannya saja.
Ketika kita mau masuk ke dalam persatuan ini, kita harus menyadari kendala-kendala yang ada. Bagaimana Kekristenan bisa menjadi contoh di tengah-tengah dunia berkenaan dengan persatuan yang sejati ini? Apakah Kekristenan menggarap persekutuan dengan baik? Ini sungguh-sungguh perlu dijawab! Keesaan seringkali hanya merupakan format federasi (yang mendasarkan diri pada azas manfaat dalam berelasi) yang sama sekali tidak menggarap persatuan yang sebenarnya. Maka, sekarang kita harus melihat dua aspek yang sangat penting yakni: 1) kesatuan itu sendiri, dan 2) Bagaimana kendala bagi kesatuan ini.
Salam Alkitab Untuk Semua.