Para pemimpin politik dan keagamaan di Yehuda yakin sekali bahwa selama ada Bait Allah ada di Yerusalem, mereka pasti luput dari ancaman musuh. Dengan bangga mereka tegaskan: “Tuhan ada di tengah-tengah kita; kita tak akan ditimpa malapetaka”. Tetapi nabi Mikha menegaskan bahwa keyakinan itu hanya memberikan rasa-aman palsu. Seperti yang sudah dialami kerajaan Utara, musuh pasti juga akan menaklukkan Yehuda, menghanguskan Yerusalem dan menghancurkan Bait Allah. Mengapa? Karena para pemimpin Yehuda tidak lagi berlaku adil. Pembangunan yang mereka lakukan ternyata penuh dengan kekerasan dan kecurangan. Para hakim memutuskan perkara secara tidak adil dan hanya memenangkan mereka yang membayar. Kemerosotan terjadi juga di bidang keagamaan: para Imam mengajar Hukum TUHAN hanya demi uang. Para nabi palsu pun meraja-lela. Mereka hanya menubuatkan hal-hal yang menyenangkan telinga para pemberi sumbangan.
Kecaman nabi Mikha sungguh relevan. Bukankah dewasa ini kemerosotan moral seperti zaman Mikha pun meraja-lela?. Setiap sektor kehidupan ditandai oleh penindasan dan kecurangan. Keadilan diinjak-injak oleh lembaga-lembaga peradilan sendiri. Lembaga-lembaga agama pun seringkali lebih berorientasi bisnis daripada pelayanan. Gereja-gereja kehilangan peran dan pesan profetisnya: tidak lagi mewartakan kebenaran, tetapi memilih “bermain aman” di tengah arus zaman yang berubah, sibuk berkompromi dan bernegoisasi dengan nilai dan politik dunia ini.
Kiranya pesan dan kecaman nabi Mikha menyadarkan kita semua untuk terus memperjuangkan keadilan, meluruskan pelbagai praktik dan cara hidup yang bengkok, serta menghilangkan semua bentuk kekerasan dan penindasan dalam masyarakat dan jemaat kita.