Di dalam Kejadian 17 ini kita mendapati bahwa TUHAN menjadikan sunat sebagai tanda perjanjian, antara Ia dengan manusia, secara khusus dalam hal ini adalah umat Israel. Jika kita mundur sedikit, maka kita akan menemukan banyak tindakan TUHAN yang menggunakan tanda ke dalam ikatan perjanjian dan berkat dari-Nya bagi manusia. Contohnya, ketika TUHAN memberikan tanda pada dahi Kain ketika ia harus mengalami pengembaraan sebagai konsekuensi dari dosanya (bdk. Kej. 4:15) atau juga ketika TUHAN memberikan tanda di langit sebagai bentuk perlindungan pasca peristiwa air bah (bdk. Kej. 9:12). Di dalam semua contoh narasi tersebut terdapat sebuah keserupaan, bahwa TUHAN menggunakan tanda sebagai wujud inisiatif kasih-Nya sekaligus sebagai pengingat akan perjanjian-Nya.
Tanda dan ingatan pun menjadi tidak dapat dilepaskan. Setiap tanda semestinya memiliki makna atau nilai peristiwa dibaliknya yang perlu terus diingat untuk menghantarkan kita kepada pengalaman relasi yang semakin intim dengan TUHAN. Tanda juga menjadi sebuah mediator untuk menghantarkan manusia kepada sesautu yang lebih besar dan esensial. Itulah yang membuat sebuah tanda menjadi penting dan dengan kata lain sebuah tanda akan kehilangan nilainya ketika ia tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Inilah yang berlaku pada sunat yang dipraktikan Abraham dan seluruh keturunannya. Sunat yang mereka lakukan semestinya menjadi sebuah cara yang dilakukan turun-temurun untuk mempertahankan ingatan akan inisiatif kasih Allah, bukannya terjebak pada formalitas ritual.
Sahabat Alkitab, sebagai umat Kristen kita memang sudah tidak lagi terikat pada tradisi praktik sunat Abraham. Namun, hubungan tanda dan ingatan akan selalu menjadi bagian yang terhubung dengan hidup beriman. Kesempatan bangun pagi untuk menjalani hari baru semestinya menjadi sebuah tanda yang menghantarkan kita kepada kasih Allah yang tak pernah usai. Berkat yang kita dapatkan, maupun pergumulan yang kita hadapi juga menjadi tanda yang dapat menghantarkan kita kepada bagaimana cara TUHAN mendampingi kita. Kita adalah tanda tentang cinta TUHAN yang begitu besar. Keberadaan kita idealnya menjadi tanda yang menghadirkan pengalaman kasih kepada orang lain, begitu pula sebaliknya. Jadi, siapkah kita menjadi tanda kasih TUHAN bagi orang lain, agar mereka tetap mengingat akan peran dan inisiatif TUHAN yang tiada akhir?