Saul memang tidak dapat menguasai pikiran jahatnya terhadap Daud. Pembacaan yang kita baca hari ini perlu disikapi secara kritis, agar kita tidak mengambil kesimpulan yang menggebu-gebu terhadap cara narrator menggambarkan situasi yang terjadi pada Saul. Secara khusus, pada ayat 9 dikatakan bahwa ‘roh jahat yang dari pada TUHAN hingga pada Saul.’ Seolah-olah, TUHAN memiliki elemen jahat, yakni roh yang jahat, di dalam Diri-Nya dan diberikan kepada Saul sehingga membuat Saul membenci hingga berupaya membunuh Daud. Tentu saja kesimpulan seperti ini adalah keliru. Cara penarasian seperti demikian bukan menunjukkan asal-muasal roh jahat yang bersumber dari TUHAN, melainkan sebuah bentuk pengakuan kuasa TUHAN atas seluruh jalannya kehidupan. Hal ini merupakan salah satu ciri khas dalam pemikiran Ibrani kuno, yang menempatkan sosok tunggal TUHAN (YHWH) sebagai sumber tercipta dan jalannya kehidupan. Inilah salah satu bentuk keterpisahan budaya penulisan Alkitab dengan konteks masing-masing pembaca yang perlu juga ditelusuri lebih lanjut. Pada intinya, kita mendapati jalannya narasi Saul yang untuk kedua kalinya kembali berikhtiar untuk membunuh Daud.
Niat Saul untuk melenyapkan Daud terjadi karena ketiadaan Roh TUHAN di dalam dirinya dan telah digantikan oleh roh Jahat. Berulang kali pula kita melihat Saul merancangkan strategi untuk menangkap dan melenyapkan Daud. Semua itu terjadi karena Saul sudah tidak lagi memiliki hubungan yang intim dengan TUHAN sehingga Saul tidak lagi mampu untuk mempertahankan dirinya dari segala serangan dan dorongan kuasa jahat.
Sahabat Alkitab, kisah Saul yang berulang-kali berubah sikap menjadi jahat menunjukkan kepada kita pentingnya memiliki serta menjaga hubungan dengan TUHAN. Relasi yang intim antara umat percaya dengan TUHAN menjadi modal untuk membangun pertahanan dari segala dorongan dan serangan kuasa jahat yang dapat menghancurkan kehidupan pribadi dan orang-orang di sekitar.
AMIN