Kita mungkin sudah cukup akrab dengan pernyataan, “jangan menilai sebuah buku dari sampulnya”. Kalimat ini ingin menekankan pada perlunya penilaian terhadap isi atau esensi dari segala sesuatu, bukan hanya dari tampilan. Memang benar, terkadang sesuatu dapat terlihat sangat baik meski tidak mengandung kualitas yang sebanding dengan tampilannya. Namun, kita pun perlu mengakui bahwa di masa sekarang hamper segala sesuatunya dinilai berdasarkan tampilan. Apalagi, bersamaan dengan penggunaan media sosial, hampir semua manusia berusaha menampilkan segala sesuatu yang dapat dianggap bagus oleh khalayak ramai meski kenyataannya belum tentu demikian. Fenomena ini munul karena semakin banyak orang yang gemar menilai segala sesuatu secara dangkal.
Pengalaman Tuhan Yesus yang mendapatkan penolakan dari orang-orang di kampung halaman-Nya sendiri pun menjadi contoh hasil dari perilaku menilai yang dangkal. Orang banyak yang mengetahui asal-usul keluarga Yesus tidak lagi memusatkan perhatian pada kualitas pengajaran iman yang diberikan oleh Yesus Kristus. Mereka lebih memberikan perhatian kepada kondisi dan status orang tua Yesus Kristus, yang menurut pandangan dan penilaian mereka, bukanlah golongan masyarakat terhormat atau berstatus sosial yang tinggi. Cara penilaian yang dangkal itulah yang membuat mereka lebih memilih untuk menolak Yesus dengan segala pengajaran yang Dia berikan.
Sahabat Alkitab, bacaan firman Tuhan pada hari ini dapat menjadi otorkritik bagi seluruh umat Tuhan, secara khusus terkait cara menilai. Sebagai manusia, entah sadar atau tidak, entah disengaja atau tidak, entah diakui atau ditolak, setiap umat Tuhan tetap memiliki potensi untuk memberikan penilaian yang tidak objektif dan dangkal. Penilaian yang seperti ini hanya mementingkan tampilan, dibanding kualitas yang jauh lebih esensial. Penilaian yang dangkal ini pun dapat mewujud dalam berbagai perilaku yang tidak sehat sebagai umat Tuhan, misal: tidak adil dalam bertindak; pilih kasih; penerimaan yang bersyarat atau tidak tulus. Bahkan, sebuah penilaian yang tidak bijak sangat mungkin membawa seorang umat Tuhan untuk memberikan penghakiman, meski ia tidak punya landasan pertimbangakan yang banyak untuk mengenal secara lebih menyeluruh terhadapnya.