Teks firman TUHAN seperti yang kita baca pada hari ini cukup tergolong menantang untuk dipahami dan dimaknai dengan tetap mewaspadai diri agar tidak berujung pada sebuah kesimpulan yang justru mensimplifikasi sesuatu, bahkan menghasilkan sikap yang cenderung mendiskreditkan suatu kelompok. Pada perikop ini terdapat beberapa pokok dilema yang perlu dikritisi secara mendalam oleh setiap pembaca, misalnya: mengapa seorang perempuan yang baru melahirkan justru digolongkan ke dalam kondisi tidak tahir? Kemudian, kenapa pula kelahiran bayi perempuan membuat si ibu harus menunggu masa pentahiran lebih lama dari kelahiran bayi laki-laki?
Kehadiran teks seperti ini di dalam Alkitab sebenarnya cukup menampilkan kondisi nyata kehidupan bangsa Israel kuno. Kita pun perlu membacanya secara kritis agar tidak menghasilkan sikap hidup yang semakin melanggengkan diskriminasi terhadap perempuan. Kita juga perlu mengakui bahwa sebagian besar kehidupan di hampir kebanyakan kebudayaan di dunia masih menempatkan perempuan sebagai kelompok yang dianggap lebih lemah dengan status yang lebih rendah dari perempuan. Tidak sedikit perempuan yang harus mengalami tindakan kekerasan hanya karena statusnya sebagai perempuan. Oleh sebab itu, diperlukan kedewasaan dan wawasan yang bersedia untuk membaca teks-teks seperti Imamat 12 secara lebih objektif dan adil.
Pada satu teks ini memang terkesan sangat menyudutkan perempuan dibanding laki-laki. Namun, secara garis besar terkait nilai kekudusan yang begitu ditekankan pada kehidupan bangsa Israel kuno, kehadiran peraturan seperti ini telah membuka peluang bagi para perempuan untuk mendapatkan waktu pemulihan pasca kondisi yang harus mereka alami sampai tiba waktunya pentahiran. Kita juga perlu menyadari bahwa selama menunggu proses pentahiran ini mereka tidak mesti diperlakukan secara tidak adil apalagi menjadi objektifikasi laki-laki. Justru, dengan kehadiran proses pentahiran tersebut menunjukkan bahwa para perempuan, meski mengalami masa tidak tahir akibat suatu kondisi alamiah, tetap mendapatkan jaminan untuk kembali mengalami kondisi tahir di hadapan TUHAN. Melalui peraturan ini, TUHAN menunjukkan bahwa selalu ada peluang untuk tahir di hadapan-Nya yakni ketika pemulihan terjadi pada hidup umat-Nya.