Tidak sedikit umat Tuhan yang berdoa sebagai paksaan, lebih tepatnya memaksa Tuhan untuk bertindak sesuai dengan apa yang ia sampaikan di dalam doa tersebut. Entah sadar maupun tidak sadar, apabila kita berdoa dalam intensi yang demikian, maka sesungguhnya kita sedang memperlakukan Tuhan dengan sikap yang arogan. Sebuah doa yang idealnya menjadi bentuk komunikasi personal nan intim penuh kerendahan hati pun berubah menjadi instruksi satu arah penuh keangkuhan. Kita terlupa bahwa sesungguhnya doa merupakan upaya komunikasi yang penuh kejujuran, ketulusan dan penyerahan diri sepenuhnya ke dalam rancangan Tuhan.
Syair mazmur pada hari ini pun menunjukkan aspek kerendahan hati dan penyerahan diri sepenuhnya ke dalam tangan Tuhan. Pemazmur mengumpamakan doa yang ia sampaikan sebagai persembahan yang diberikap kepada Tuhan. Artinya, doa yang ia sampaikan merupakan sebuah luapan hati yang telah dipersiapkan dengan sungguh-sungguh, bukan asal-asalan. Itulah mengapa pemazmur juga enggan dan sangat mawas diri agar tidak mengucapkan perkataan secara sembarangan. Hal ini pun menjadi penting untuk diperhatikan oleh setiap umat yang berdoa agar tidak secara sembarang mengucapkan kata-kata tanpa alasan dan kesadaran iman yang jelas kepada Tuhan. Bahkan, lebih parah lagi jikalau doa-doa yang kita sampaikan justru lebih banyak berisikan kata-kata penuh kutuk maupun luapan amarah terhadap orang lain.
Sahabat Alkitab, permenungan ini mengajak setiap kita untuk membangun kepekaan iman dalam setiap doa yang kita sampaikan kepada Tuhan. Doa idealnya disampaikan dalam ketulusan dan kerendahan hati. Artinya, kita tidak sedang menuntut Tuhan, melainkan menghadirkan diri sepenuhnya untuk berada dalam rancangan dan karya kasih Tuhan. Berikanlah telingan untuk mendengar suara-Nya dan persiapkanlah diri untuk mengikuti tuntunan tangan Tuhan, bukan justru memaksa Tuhan untuk membawa kita ke tempat yang kita inginkan. Sebuah doa juga idealnya disampaikan dalam kesadaran iman sebagai bukti kesungguhan hati dan pikiran kita pada saat mengucapkannya, bukan justru secara rutinitas tak bermakna, apalagi secara asal memilih kata tanpa memahami dampaknya.