Perdebatan perihal ikatan terhadap tradisi Yudaisme masih menjadi salah satu topik besar dalam tulisan Paulus. Ia pun menyadari bahwa hal tersebut tidak dapat dipandang remeh, meski juga tidak dapat direspons secara brutal. Diperlukan pendekatan dan metode penjelasan yang komprehensif demi menghasilkan dampak yang efektif bagi pertumbuhan iman jemaat di kota Roma. Salah satunya upaya tersebut muncul melalui daftar bacaan kita pada hari ini yang menampilkan gerakan kasih Allah yang dinamis yang memandang ciptaan-Nya dengan penuh nilai. Paulus telah menekankan kepada para pembaca bahwa Allah adalah Sang Pencipta yang tidak pernah meninggalkan maupun merendahkan ciptaan-Nya yang begitu dikasihi. Terdapat rancangan yang mengubahkan dari Allah bagi setiap individu yang merasa atau dianggap rendah menurut penilaian manusia, termasuk pada saat manusia senang menciptakan pemisahan atau standarisasi mengenai layak-tidak layaknya kelompok tertentu untuk mengalami kasih Allah.
Sahabat Alkitab, pada saat kita tidak memandang dengan nilai, justru Allah memberikan kita nilai yang berharga. Pada saat cara pandang kita penuh dengan sinis dan sikap merendahkan, justru Allah menghadirkan kasih-Nya yang memulihkan karena kita berharga di hadapan-Nya. Semua merupakan hasil dari gerakan kasih Allah yang tak terbendung, tanpa syarat dan dinamis penuh dengan kekuatan-Nya untuk merengkuh setiap individu yang ingin masuk ke dalamnya. Jadi, marilah kita merenungkan firman secara lebih mendalam dengan mengkritisi cara kita dalam memandang diri sendiri maupun orang lain. Kedua sikap tersebut hanyalah contoh sederhana, namun penuh arti, yang akan menjadi tolok ukur dari pemaknaan kita terhadap kasih Allah itu sendiri. Apakah kita masih sering merendahkan nilai diri sendiri akibat terbawa cara pandang ‘dunia’ yang lebih mengutamakan tampilan? Kemudian, apakah kita juga masih sering memandang rendah orang lain yang kita anggap tidak layak sesuai dengan standar yang kita ciptakan sendiri? Ingatlah, seluruh sikap iman kita sebagai umat Allah merupakan hasil atau pancaran nyata dari cara pandang yang kita miliki, entah terhadap diri sendiri maupun orang lain. Jikalau Allah memandang penuh nilai, maka mengapa kita justru memandang dengan rendah?