Mengutamakan kepentingan orang lain dibanding kepentingan diri sendiri, atau memikirkan kondisi orang lain lebih dulu dibanding dirinya sendiri tentu bukanlah perkara yang mudah. Pada beberapa kondisi, prinsip semacam ini pun tidak ideal untuk diterapkan. Ada kondisi ketika seseorang yang ingin memberikan pertolongan perlu terlebih dahulu mengamankan dirinya agar ideal untuk memberikan pertolongan. Meski, hal ini pun dapat menimbulkan permasalahan lebih lanjut yakni ketika seseorang justru kelewat batas untuk lebih dan hanya mementingkan kondisi dirinya sendiri. Alih-alih mempersiapkan diri untuk menolong orang lain, kita justru berpotensi untuk terjebak pada keegoisan dan mengesampingkan kondisi orang lain.
Tulisan Paulus dalam surat Filipi ini pun mengajarkan kepada jemaat mengenai pentingnya membangun kepekaan dan perhatian satu dengan yang lain sebagai pola relasi dalam komunitas mereka. Hal ini sangat dibutuhkan jika mereka ingin membangun sebuah komunitas yang solid dalam semangat, daya juang dan kualitas iman. Paulus tidak melarang jemaat untuk memerhatikan dirinya sendiri maupun memenuhi apa yang memang mereka butuhkan sebagai seorang manusia. Namun, nasihat dari Paulus ini justru memperlengkapi jemaat untuk membangun kepekaan rasa dalam situasi dan kondisi sesama anggota sehingga tidak ada individu yang tertinggal maupun terlantar.
Sahabat Alkitab, wejangan ini tidak hanya sangat bermanfaat bagi jemaat di Filipi melainkan juga bagi kehidupan kita di masa sekarang. Bahkan, di tengah budaya hidup yang semakin mudah membuat manusia menjadi narsis dan egois, permenungan firman TUHAN ini justru menjadi sangat relevan untuk kita maknai secara lebih mendalam. Marilah kita membangun kepekaan rasa dalam komunitas, dalam hidup berelasi yang memberi hati, perhatian dan empati bagi orang lain. Apakah anda siap melakukannya?