Perempuan Siro-Fenisia datang meminta pertolongan kepada Yesus. Ia memang bukan orang Yahudi, namun melalui percakapannya dengan Tuhan Yesus kita mengetahui bahwa ia sepertinya cukup memahami siapa Yesus. Perempuan ini juga memiliki keyakinan bahwa Tuhan Yesus dapat menolong anaknya yang sedang kerasukan setan. Ia tidak gentar ketika menerima respon Yesus yang kurang ramah, tidak dituliskan bagaimana perasaannya saat mendengar ‘penolakan’ dari Yesus. Sebaliknya ia membenarkan perkataan Yesus, mungkin ia menyadari bahwa pengenalan dan relasinya dengan Allah, tidak sesuai dengan kehendak Allah
Ia menerima teguran itu dan dengan rendah hati tetap mengharapkan belas kasih Tuhan. Sebutan anjing disini bukan merujuk pada binatang jinak yang biasa dipelihara, tapi sebagai binatang liar yang dianggap najis,sebutan ini biasa disematkan untuk orang-orang di luar Yahudi. Mereka dianggap najis karena tidak mengikuti aturan-aturan Yahudi. Mungkin teguran itu juga disampaikan Yesus untuk menguji keteguhan iman dari sang perempuan tersebut. Pada sisi lainnya Injil Markus perlahan-lahan ingin menunjukkan bahwa keselamatan yang diwartakan Yesus tidak hanya bagi orang-orang Yahudi melainkan bagi semua orang yang memegang teguh imannya kepada Kristus.
Perempuan Siro-fenisia bagi kita saat ini telah menunjukkan suatu bentuk keteladanan iman. Iman yang tidak gentar dalam segala situasi meskipun terkadang apa yang kita mintakan kepada-Nya berbalaskan jawaban yang di luar ekspektasi kita. Itulah dinamika sebagai umat Tuhan dengan segala gejolak iman yang kita alami di kehidupan sehari-hari. Hal tersebut justru menunjukkan bahwa iman yang dibangun dalam relasi dengan Kristus adalah iman yang hidup karena senantiasa mengalami interaksi yang mengubahkan dengan-Nya di sepanjang kehidupan kita.