Skema ruangan dari Bait Suci memiliki fungsi dan maknanya yang sangat spesifik. Pada perikop bacaan ini pun menampilkan mengenai bagian paling dalam dari Bait Suci yang kemudian dikenal sebagai Tempat Mahakudus, yakni ruang khusus untuk menyimpan Tabut Perjanjian TUHAN (bdk. 1 Raj. 8:6; 2 Taw. 5:7). Susunan ruang-ruang dalam Bait Suci itu pun merupakan serapan langsung dari konsep Kemah Suci yang telah menjadi bagian dari sejarah dan perjalanan pembentukan keimanan serta kebudayaan bangsa Israel. Artinya, pembuatan tiga ruang dalam Bait Suci bukanlah sesuatu yang baru dibentuk pada masa Daud-Salomo, melainkan transformasi dari bangunan Kemah Suci yang sifatnya semi permanen ke Bait Suci yang bersifat permanen. Selain dari bahan dan bentuk bangunan yang tentu mengalami perubahan, Bait Suci masih mewarisi tradisi dan pola yang sama dengan Kemah Suci.
Penempatan Tabut Perjanjian TUHAN di bagian terdalam dari Bait Suci, yakni Tempat Mahakudus itu pun menampilkan nilai keimanan yang sangat kuat, khususnya bagi orang Israel. Tabut Perjanjian TUHAN berisikan benda-benda kuno yang disimpan dan dijaga sebagai simbol keberadaan, partisipasi aktif, dan inisiatif TUHAN bagi umat-Nya. Itulah mengapa, di dalam tradisi peribadahannya orang Israel tidak memperkenankan sembarangan orang untuk masuk ke dalam ruang tersebut. Tabut Perjanjian TUHAN telah menjadi kesempatan istimewa bagi umat TUHAN untuk melakukan perayaan, peringatan, dan upaya transformasi hidup secara total yang perlu dilakukan dengan upaya maksimal serta tidak sembarangan. Bahkan, berdasarkan tata cara pelaksanaan ritus di tempat Mahakudus seperti yang tertera pada kitab Keluaran dan Imamat, kita pun dapat mengambil kesimpulan bahwa dibutuhkan persiapan dan proses yang ketat yang memang harus dipenuhi sebagai cerminan komitmen iman para pelayan dan seluruh umat untuk menghadap TUHAN.
Sahabat Alkitab, pada hari ini kita pun diajak untuk mencermati kondisi diri pada saat menghadap TUHAN. Tradisi penggunaan Bait Suci sebagai bagian dari ritus iman memang sudah tidak lagi dilakukan secara harfiah. Namun, nilai dan semangat utama yang terkandung di dalam sejarah tradisi iman orang Israel kuno itu pun idealnya tetap perlu kita resapi dan aplikasikan ke dalam praktik peribadahan yang kita lakukan di masa sekarang. Kita perlu menyadari bahwa kesempatan berjumpa dengan TUHAN dalam ruang ibadah merupakan sebuah pengalaman istimewa yang perlu dijalani dalam kesungguhan dan totalitas komitmen iman, bukan justru secara asal-asalan apalagi dalam kondisi hati yang penuh keterpaksaan. Perjumpaan dengan TUHAN selalu menghasilkan transformasi bagi hidup umat-Nya, bahkan mengisi dan mengubah hati setiap orang yang diselimuti kegamangan, kecemasan, dan perasaan hampa ketika memasuki ruang ibadah.