Dalam pemahaman kita sebagai umat percaya, setiap orang diundang untuk terlibat dalam komunitas yang lebih besar (persekutuan). Sehingga masing-masing orang punya tanggung jawab terhadap individu lainnya. Maka dari itu penting bagi setiap orang untuk membangun persekutuan yang senantiasa terarah kepada Tuhan. Demikianlah perjuangan yang dilakukan raja Asa.
Raja Asa adalah anak dari raja Abia dari kerajaan Yehuda, yang meneruskan garis keturunan Daud. Situasi kerajaan selama kepemimpinan raja Asa tergolong aman. Perubahan dalam berbagai bidang diupayakan oleh raja Asa, terkhusus dalam hal moral dan spiritualitas. Patung-patung penyembahan terhadap dewa disingkirkannya dari seluruh tanah Yehuda. Ia juga memperbaharui mezbah Tuhan yang berada di depan balai bait suci. Perubahan tersebut ia lakukan atas dasar ketaatannya kepada Firman Allah yang disampaikan kepada nabi Azarya bin Oded, bahwa Allah akan melindungi seluruh Yehuda dan Benyamin selama mereka setia kepadaNya. Menariknya perubahan itu tidak hanya terjadi di tataran elit pemerintahan, melainkan raja Asa turut mengajak seluruh umat, termasuk orang asing yang telah berpihak kepadanya, untuk menyembah TUHAN. Hal ini berarti perubahan ke arah yang lebih baik adalah sesuatu yang perlu diupayakan dalam persekutuan.
Sahabat Alkitab, melalui tindakan raja Asa kita belajar bahwa menjadi seorang yang taat kepada Tuhan dan menjadi seorang yang membawa dampak positif kepada persekutuan/komunitas adalah dimensi yang sama. Kesalehan pribadi memang perlu, tetapi akan semakin lengkap jika dibarengi dengan kesalehan komunal. Jika pusat dari kesalehan kita adalah relasi yang intim dengan Allah maka dalam kesalehan komunal keintiman tersebut terjadi pada tataran relasi antara satu orang dengan orang lain. Maka ketidakbenaran yang terjadi di tengah komunitas atau masyarakat juga turut menjadi fokus perubahan kita agar relasi serta keintiman dengan Tuhan tersebut dapat senantiasa terpelihara.