Pernahkah Saudara kehilangan arah saat melakukan perjalanan? Pengalaman tersebut mungkin akan menjadi pengalaman yang sangat tidak menyenangkan. Oleh sebab itu kita cenderung untuk mencari dan menciptakan instrumen-instrumen penunjuk arah agar kita tidak tersesat. Pelaut di zaman dahulu memanfaatkan rasi bintang untuk pulang ke daratan. Penjelajah membekali dirinya dengan kompas dan peta. Pada zaman modern ini penggunaan peta elektronik di smartphone kita masing-masing menjadi tidak terhindarkan. Kehidupan kita pun demikian, selalu mendambakan penunjuk-penunjuk arah agar kita tidak ‘tersesat’.
Rakyat Yehuda yang berada dalam pembuangan Babel pasti mengalami kebingungan saat berupaya menyesuaikan diri dengan pola kehidupan disana. Mereka kehilangan tuntunan, belum lagi harus diperhadapkan pada keragaman kepercayaan dengan beragam ilah yang disembah oleh rakyat Babel. Sementara iman kepada Allah adalah iman kepada yang Esa dan tidak dapat diduakan oleh ilah manapun juga. Namun seiring berjalannya waktu muncul gejala kegoyahan iman di tengah rakyat Yehuda yang telah mengalami pembuangan selama beberapa generasi. Allah tidak lagi menjadi satu-satunya yang mereka sembah, mereka tertarik kepada dewa-dewa Babel yang memanifestasikan diri melalui bintang di malam hari. Mereka mulai percaya bahwa bintang-bintang adalah media bagi para ilah untuk menyapa manusia. Dalam gejala itulah Yesaya mencoba untuk menegur dan meneguhkan mereka. Bintang dan segala benda langit hanyalah ciptaan Allah semata. Tidak ada yang dapat mengatasi Allah yang telah membentuk dan memelihara semesta. Jika benda langit yang begitu megah itupun adalah ciptaan-Nya, maka pertolongan dan penyertaan Allah bagi manusia adalah hal yang sangat mudah untuk diupayakan oleh-Nya. Hal tersebut dapat terjadi asalkan umat tetap taat dan setia hanya kepada-Nya.
Sahabat Alkitab, bukankah kita juga sering dikaburkan oleh ‘penunjuk-penunjuk arah’ yang palsu. Makna keberadaan kita seolah ditemukan melalui nama besar, kuasa, jabatan, dan harta. Kita merasa bahwa hal-hal itulah yang mengarahkan kita kepada jalan yang benar. Padahal itu semua adalah ilusi yang membawa kita pada kehampaan dan ketiadaan. Alih-alih mendapatkan makna kehidupan, kita malah terjebak pada pengejaran pemenuhan nafsu yang tidak pernah berakhir. Maka kiranya kita dapat diteguhkan kembali melalui firman Tuhan hari ini, bahwa satu-satunya penunjuk arah dan jalan kebenaran kita adalah Allah Sang pencipta semesta. Dalam langkah dan pandangan yang tertuju kepada Tuhan, kita belajar untuk berjalan di jalan yang benar sekalipun jalan itu tidak selalu mudah. Pada jalan yang ditunjukkan-Nya itu kita memperoleh makna sejati kehidupan dan tidak pernah lagi kehilangan alasan untuk berjuang menjalani hidup yang telah dianugerahkan-Nya.