Segala hukum dan aturan yang dibuat oleh manusia di bumi ini memiliki tujuan yang baik, yakni untuk menghadirkan keteraturan dalam kehidupan. Namun dalam realitasnya masih saja ada pelanggaran yang terjadi di sana sini. Bagaimana jika masalahnya ada pada manusia yang memiliki keterbatasan untuk menaati aturan dengan sempurna? Itulah juga yang disadari oleh Paulus saat berhadapan dengan hukum Taurat, yang rupanya tidak bisa menjadi jalan keselamatan bagi umat manusia.
Pada ayat 14, Paulus mengakui bahwa hukum Taurat berasal dari Allah dan menggambarkan kehendak Allah yang sempurna. Namun, Paulus juga menyadari bahwa sebagai manusia, ia tetap tidak sempurna dan masih terikat oleh dosa sehingga melakukan hukum Taurat secara sempurna tidaklah memungkinkan. Dengan penuh kerendahan hati, Paulus menjadikan dirinya sebagai contoh atas sesuatu yang sesungguhnya dialami semua manusia.
Kata sárkinós, ‘bersifat daging’, yang dipakai Paulus menunjukkan bahwa dirinya, sekalipun mengetahui hal yang benar, masih sering gagal menerapkannya. Pengakuan Paulus ini menggambarkan kehidupan manusia yang seharusnya dapat melakukan hal benar, tetapi digagalkan oleh kedagingan dan kelemahannya. Paulus juga menyampaikan bahwa meski hukum Taurat itu baik dan rohani, hukum itu tidak mampu memberikan kekuatan untuk mengalahkan sifat dosa yang masih tinggal dalam dirinya. Ia menggambarkan dirinya sebagai seseorang yang terjebak dalam penjara dosa, di mana hukum Taurat tidak dapat membebaskannya karena hukum itu hanya menuntut ketaatan tanpa menyediakan kuasa untuk memenuhinya. Hal ini menjadi cerminan bagi kita, bahwa mengetahui apa yang benar tidaklah cukup, melainkan harus juga melakukan apa yang benar.
Hukum Taurat hanya bisa menunjukkan dosa kita, tetapi tidak bisa memberikan kuasa untuk mengatasinya. Namun, yang menarik dari pengakuan Paulus ini adalah kesadaran yang mendalam bahwa Allah sedang bekerja di dalam dirinya. Dalam kesadaran akan kedagingan dan pergumulan dengan dosa, ia melihat bahwa Allah sedang memperbaharui dirinya dari dalam. Ia ingin melakukan yang benar, ia tahu yang benar, tetapi kekuatan untuk melakukannya tidak ada dalam hukum itu sendiri. Hanya anugerah Allah dalam Kristus yang memampukan ia untuk hidup benar dan mengalahkan penggodaan yang datang. Kondisi tersebut menjadi mungkin karena setiap orang percaya telah menjadi ciptaan yang baru di dalam Kristus.
Sahabat Alkitab, mengakui kelemahan atau keterbatasan bukanlah tanda kekalahan, melainkan sebuah langkah awal untuk pertumbuhan iman kita. Melalui hukum Taurat kita diajarkan tentang standar kebenaran, dengan kasih karunia Kristus kita diberi kekuatan untuk menjalani kehidupan dalam kebenaran. Mungkin ada kalanya kita merasa seperti Paulus, ingin melakukan yang benar, tetapi terjebak dalam kelemahan. Saat hal itu terjadi, ingatlah bahwa keselamatan dan kekudusan kita bukan berasal dari usaha kita sendiri, melainkan dari karya Allah yang bekerja dalam diri kita. Sebagai manusia baru dalam Kristus, kita diajak untuk terus bertumbuh dalam iman, merendahkan diri di hadapan Allah, dan mengandalkan kuasa-Nya untuk melawan kedagingan kita.