Sudah menjadi sebuah kelaziman bahwa manusia cenderung melupakan Sang Pencipta saat kehidupan sedang baik-baik saja. Hal ini berbeda jauh apabila manusia sedang mengalami kesulitan. Kecenderungan tersebut bukanlah hal yang baru, bahkan kita dapat melihat dengan jelas tingkah laku bangsa Israel dengan ciri khas diatas. Sebagaimana yang juga disampaikan dalam Nehemia 9:14–26. Kisah ini menggambarkan bagaimana Allah memberikan hukum-Nya, memelihara umat-Nya, serta membawa mereka menuju negeri yang dijanjikan. Namun, di tengah segala kebaikan yang diberikan, bangsa Israel justru berpaling dan menyembah berhala. Bacaan pada hari ini mengajak kita untuk melihat lebih dalam tentang kasih setia Allah dan bagaimana kita seharusnya merespons-Nya.
Kesaksian yang disampaikan oleh umat tersebut jelas menunjukkan bahwa pemeliharaan Allah bukan hanya sebatas kebutuhan spiritual, tetapi juga jasmani. Dia tidak hanya memberikan hukum dan ketetapan-Nya, tetapi juga memastikan bahwa umat-Nya memiliki makanan, minuman, dan perlindungan. Ini menunjukkan bahwa iman bukanlah sesuatu yang terpisah dari kehidupan sehari-hari. Allah menginginkan keseimbangan antara kebutuhan rohani dan jasmani umat-Nya.
Sayangnya meskipun telah menerima segala bentuk kemurahan Allah, bangsa Israel tetap berpaling dari-Nya. Mereka bahkan menciptakan patung anak lembu tuangan dan menyembahnya. Luar biasanya, meskipun mereka tidak setia, Allah tetap setia. Dia tidak meninggalkan Israel, tetapi terus membimbing, mengajar, dan menyediakan kebutuhan mereka. Kasih setia-Nya tidak tergantung pada perbuatan manusia, melainkan berasal dari sifat-Nya yang penuh rahmat. Kesabaran Allah terhadap umat-Nya sungguh mengagumkan. Dia tidak serta-merta menjatuhkan hukuman ketika mereka berdosa, tetapi memberi kesempatan untuk bertobat.
Sahabat Alkitab, marilah mengingat kembali, berapa kali kita telah menikmati kebaikan Tuhan tetapi masih mempertanyakan kehadiran-Nya saat menghadapi kesulitan? Seberapa sering kita menggantikan posisi-Nya dengan sesuatu yang lain? Kesetiaan-Nya seharusnya menyediakan alasan yang lebih dari cukup untuk senantiasa mengasihi dan menaati-Nya. Dia mengundang kita untuk hidup dalam ketetapan-Nya, dan bersandar kepada-Nya. Kiranya kita menjadi umat yang tetap setia dalam segala keadaan.