Ketakutan seringkali tercipta dalam pikiran kita. Entah itu berupa imajinasi saja atau berdasarkan pengalaman nyata yang pernah terjadi. Hal tersebut adalah bagian dari mekanisme sadar dari pikiran kita untuk menciptakan kewaspadaan akan berbagai ancaman yang datang dalam kehidupan. Seringkali ketakutan tersebut begitu mendominasi sehingga membuat kita tidak berdaya menjalani kehidupan. Maka pengendalian diri diperlukan untuk mencegah hal tersebut yang diimbangi dengan kewaspadaan akan bahaya yang mungkin ada di depan mata kita.
Ketika Allah akhirnya menjawab segala keluh-kesah Ayub, Ia melakukannya dengan memanfaatkan berbagai penggambaran yang dapat dipahami oleh-Nya. Hal itu sebagai bagian dari cara Allah untuk menjangkau pemahaman Ayub sebagai seorang manusia yang dipenuhi dengan berbagai keterbatasan termasuk dalam merengkuh maksud Allah yang tidak terbatas itu. Allah menunjukkan kemahakuasaan-Nya melalui beragam gambaran benda-benda di semesta yang Ia ciptakan. Ia melanjutkan pesan-Nya dengan menghadirkan hewan-hewan mitologis, Behemot dan Lewiatan dalam panggung percakapan.
Keduanya digambarkan sebagai kuasa destruktif yang tidak dapat ditaklukkan manusia. Perikop kita adalah kelanjutan penggambaran Lewiatan yang begitu menyeramkan. Hewan itu tidak dapat dikalahkan oleh siapapun. Anggota badan, sisik yang amat keras menutupi badannya, moncong yang luas dengan gigi tajam besar dan kecil yang menakutkan. Tubuhnya dilindungi bagaikan pakaian rantai besi, punggungnya seakan-akan tertutup dengna perisai-perisai kecil yang disusun rapat-rapat sedemikian rupa hingga seluruh tubuh. Seakan belum cukup kengerian itu digambarkan, deskripsi tentang Lewiatan tersebut ditambahkan dengan gambaran akan kemampuannya menyalakan api, mengeluarkan uap panas, dan seterusnya. Siapakah yang tidak setengah mati ketakutan di hadapan kekuatan yang dahsyat itu?
Sahabat Alkitab, ketika Allah menyampaikan penggambaran yang begitu mengerikan dari Behemot dan Lewiatan sesungguhnya Ia tidak bermaksud untuk menakut-nakuti kita. Allah hendak menunjukkan akan kemahakuasaan-Nya sekaligus membangun kerendahan hati kita. Ia hendak menunjukkan bahwa ada banyak hal yang tidak dapat dikuasai sepenuhnya oleh manusia. Rasa takut mungkin akan muncul dari kesadaran akan banyaknya hal yang tidak dapat kita pahami dan prediksi sepenuhnya, tetapi kiranya kita tidak dikuasai olehnya karena apapun yang terjadi Tuhan selalu dapat menjadi tempat kita bersandar.