Setiap manusia pernah mengalami situasi terdesak, di mana ancaman terasa begitu nyata,baik berupa tekanan batin, intimidasi orang lain, maupun ketakutan akan masa depan. Rasa tidak aman itu membuat kita mencari tempat perlindungan, sesuatu yang dapat menjamin keselamatan kita. Mazmur 57 menghadirkan doa dari seorang yang sedang dikejar, tetapi justru menemukan rasa aman di bawah naungan sayap Allah.
Mazmur 57 dibuka dengan seruan yang mendesak, “Kasihanilah aku, ya Allah, kasihanilah aku!” (ayat 2). Doa ini lahir dari situasi genting, di mana pemazmur menghadapi musuh yang diibaratkan seperti singa yang siap menerkam. Namun menarik, di balik ketakutan itu, pemazmur tidak lari kepada kekuatan manusia, melainkan berlindung kepada Allah. Sikap ini digambarkan dengan indah, “dalam naungan sayap-Mu aku akan berlindung”.
Secara historis, mazmur ini dikaitkan dengan kisah Daud saat melarikan diri dari Saul dan bersembunyi di gua. Tetapi pesan utamanya tidak berhenti pada kisah itu. Pemazmur mengajarkan bahwa di tengah ancaman, tempat perlindungan sejati bukanlah gua atau benteng, melainkan Allah sendiri. Menariknya kita juga menemukan sebuah doa yang unik (ayat 6 dan 12), doa yang bukan sekadar berisi permohonan keselamatan pribadi, melainkan seruan agar kemuliaan Allah nyata di seluruh bumi. Hal ini menunjukkan bahwa pemazmur melihat ancaman bukan sekadar masalah pribadi, melainkan kesempatan bagi Allah menunjukkan kuasa dan kasih setia-Nya.
Pengalaman menghadapi ancaman sering kali memunculkan kecemasan mendalam. Dalam situasi genting, manusia cenderung mencari safe haven, tempat perlindungan yang memberi rasa aman. Mazmur 57 menunjukkan bahwa relasi dengan Allah menyediakan “tempat aman” itu, bukan hanya secara spiritual, tetapi juga menyentuh psikologis terdalam. Kepercayaan pada kasih setia ((חֶסֶד → ḥesed) dan kesetiaan Allah (אֱמֶת → ʾemet) menolong pemazmur untuk tetap tenang, bahkan memiliki keberanian memuji-Nya di tengah bahaya.
Sahabat Alkitab, ancaman tidak selalu berarti akhir dari segalanya. Pemazmur memberikan kesaksian kepada kita bahwa justru di balik tekanan, ada undangan untuk lebih dekat kepada Allah yang setia. Pertolongan-Nya bukan sekadar menghapus ancaman, tetapi memberi keberanian untuk berdiri teguh, bernyanyi, dan memuliakan-Nya. Maka, ketika kita menghadapi ancaman dan tantangan dalam hidup, apapun bentuknya, marilah kita belajar dari pemazmur untuk berkata, “Hatiku siap, ya Allah, hatiku siap; aku mau menyanyi, aku mau bermazmur” (ayat 8).