Beberapa waktu lalu publik dibuat geram ketika wacana kenaikan gaji pejabat justru disuarakan di tengah sebagian besar rakyat yang masih kesulitan memenuhi kebutuhan pokok. Ada pula kasus kriminalisasi warga kecil yang tengah mempertahankan tanahnya dari proyek tambang atau perkebunan besar. Di saat masyarakat berjuang menghadapi krisis lingkungan akibat banjir dan polusi, kebijakan yang keluar justru sering lebih memihak korporasi ketimbang keselamatan rakyat. Banyak orang merasa bahwa suara protes mereka seperti ditelan angin, tak pernah sungguh-sungguh didengar oleh mereka yang berkuasa.
Di tengah situasi demikian, Mazmur 58 menjadi suara yang menguatkan di tengah situasi yang begitu kacau. Pemazmur mengawali dengan gugatan langsung, “Sungguhkah kamu memberi keputusan yang adil, hai para penguasa?” Apakah kamu hakimi anak-anak manusia dengan jujur?” (ayat 2). Kritik ini masih sangat aktual. Para pemimpin yang seharusnya menjaga kebenaran dan kesejahteraan bersama, justru digambarkan sebagai ‘ular yang menutup telinga’, tuli terhadap kritik, tidak mau mendengar jeritan rakyat. Karena itu, pemazmur tidak lagi berharap pada sistem yang rusak. Ia berseru kepada Allah untuk campur tangan secara radikal, mematahkan kekuatan orang fasik, melenyapkan mereka seperti air yang menghilang, seperti siput yang menjadi lendir. Bahasa keras ini bukan sekadar kutukan emosional, tetapi doa resistensi: jeritan iman yang tidak mau tunduk pada penindasan. Puncaknya adalah keyakinan bahwa Allah, bukan manusia, adalah Hakim yang sejati. Dialah yang akan menegakkan keadilan di bumi (ayat 12).
Sahabat Alkitab, dalam pandangan pemazmur, keluh-kesah rakyat bukan sekadar suara keresahan sosial, melainkan sebuah doa yang jujur dari hati yang terluka. Ketika suara rakyat dibungkam, doa menjadi wujud perlawanan. Ketika hukum dan kebijakan berpihak pada yang kuat, iman menegaskan bahwa Allah tidak pernah berpihak pada ketidakadilan. Dengan berdoa, kita bukan hanya meletakkan keadilan pada tangan Allah, tetapi juga memberi diri dibentuk untuk berani bersuara, berpihak pada yang lemah, dan menjaga harapan di tengah kegelapan. Sebab sekalipun keadilan dunia bisa dibungkam, harapan dalam Allah akan terus bergema.