Hampir setiap orang tentu akan dengan sangat senang hati mendapatkan pertolongan. Namun, lebih sedkit orang yang dengan senang hati memberikan pertolongan. Hal ini tentu menjadi sebuah fenomena sosial yang perlu kita kritisi bersama, secara khusus sebagai manusia yang hidup secara komunal. Apalagi, identitas sebagai umat TUHAN telah menempatkan tolong-menolong berada pada bagian esensial dari kehidupan iman, bukan sekadar tingkah atau bakti sosial antar sesama manusia. Hal ini pula yang terekam dalam tulisan Paulus kepada jemaat di Korintus.
Paulus menyinggung perihal teladan yang ditunjukkan oleh jemaat di Makedonia terkait kesediaan mereka dalam memberikan pertolongan bagi terlaksananya karya pelayanan injil yang dilakukan oleh Paulus dan rekan-rekannya. Alasan yang membuat tindakan pertolongan itu menjadi istimewa adalah jemaat di Makedonia memberikan pertolongan bukan berdasarkan kelebihan melainkan di tengah segala kebutuhan mereka yang sangat mendesak. Intinya, mereka memberi bukan karena berlebih melainkan karena kerinduan untuk berperan aktif dalam mendukung karya pelayanan. Perilaku inilah yang dijadikan teladan oleh Paulus untuk menggugah hati para jemaat di Korintus agar juga ikut berpartisipasi dalam memberikan pertolongan tersebut.
Sahabat Alkitab, tema tolong-menolong mungkin memang bukanlah sesuatu yang baru dalam perenungan atas firman TUHAN. Setiap kita juga sudah sering mendengarkan seruan untuk menolong orang lain sebagai bentuk kesediaan diri menjadi saluran berkat yang TUHAN hadirkan bagi orang lain. Persoalannya adalah apakah kita benar-benar mampu mewujudkan hal tersebut? Pesan yang ditulis oleh Paulus bagi jemaat di Korintus sebenarnya tidak hanya menjadi upaya untuk menggugah mereka, melainkan juga dapat menjadi modal evaluasi setiap umat TUHAN dalam merefleksikan kesediaan diri menjadi saluran berkat yang TUHAN hadirkan bagi orang lain. Tidak dapat dipungkiri bahwa cukup pertolongan maupun pemberian yang disalurkan sebagai bentuk ‘sisa’ bukan yang secara sadar disisihkan. Tindakan memberi dengan ‘mental sisaan’ tidak hanya mewujud dalam perilaku yang kita berikan kepada sesama manusia, tetapi juga kepada TUHAN. Misal, sebuah persembahan yang diberikan atas dasar sisa uang yang ada di kantong celana atau dompet kita, bukan sesuatu yang memang dari awal disisihkan untuk diberikan pada saat ibadah.
Paulus melalui tulisannya ini sudah memberikan kita pengajaran bahwa pemberian atau pertolongan merupakan sesuatu yang dilakukan atas dasar kerelaan dan dijalankan dalam perencanaan sebagai indikator besarnya niatan, bukan karena sisaan apalagi karena keterpaksaan. Selamat menolong dalam kesadaran dan kerelaan.