Di tengah kondisi ekonomi-sosial yang cukup timpang, kita pun tidak kesulitan untuk menemukan orang-orang yang bergumul dalam kekurangan perekonomian untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Banyak pihak yang juga ‘tergerak’ untuk mengumpulkan daya bersama demi memberikan bantuan bagi individu-individu tersebut. Gerakan sosial semacam ini pada umumnya didasari dengan sebuah kesadaran bahwa manusia perlu saling menolong demi menciptakan keseimbangan tatanan kehidupan bersama. Tentu saja, hal ini adalah sesuatu yang baik. Tidak ada yang salah dari sebuah tindakan tolong-menolong. Namun, pada hari ini kita akan mengkritisi lebih dalam terkait tema tersebut berdasarkan tulisan Paulus.
Pada perikop ini, Paulus memulai dengan sebuah pernyataan tegas tentang tolong-menolong. Bahkan, ia memberikan semacam ‘hukum’ atau pola kehidupan yang terkesan sederhana, meski tidak dapat disikapi dalam sikap simplifikasi. Paulus menuliskan, “orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga.” Sekilas, hal ini memberikan sebuah pola bisnis yang sangat menguntungkan. Apabila seseorang memberikan banyak, maka ia akan mendapat banyak pula atau mungkin jauh lebih banyak. Begitu pun sebaliknya, bagi orang yang memberikan sedikit akan mendapat sedikit pula. Namun, apakah sesederhana itu maksud dari tulisan Paulus dalam perikop ini?
Sahabat Alkitab, secara lebih luas Paulus tidaklah sedang memberikan sebuah nasihat bisnis atau hitung-hitungan prinsip ekonomi di dalam tindakan tolong-menolong. Justru, ia sedang mengajarkan jemaat di Korintus perihal kualitas mendasar dari sebuah tindakan menolong, yakni totalitas dan kemurnian niat pada diri orang yang melakukannya. Setiap pemberian atau perilaku menolong semestinya muncul dari sebuah kesediaan total dan tanpa intensi keuntungan personal. Pertolongan semacam itulah yang akan jauh terasa lebih nikmat dan memuaskan, entah pada diri si pemberi maupun si penerima. Lagi pula, bukankah kontradiktif ketika sebuah pemberian justru dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan? Selain itu, di dalam kerangka iman sebagai umat TUHAN kita percaya bahwa segala pemberian yang dapat kita lakukan adalah bagian dari anugerah yang sudah TUHAN berikan, bukan hasil dari upaya sendiri.