Manusia, sebagai makhluk komunal, tidak dapat melepaskan diri dari kehadiran orang lain. Bahkan, manusia paling egois sekalipun akan menemukan sebuah momen dalam hidupnya ketika ia akan disadarkan bahwa ia membutuhkan orang lain. Itulah mengapa, setiap orang perlu memiliki kerendahan hati untuk berproses hidup bersama orang lain dan berbesar hati untuk menerima mereka dalam dirinya. Hal ini pula yang muncul dalam perikop yang menggambarkan kehidupan para murid Tuhan Yesus pasca kenaikan-Nya.
Pasca kenaikan sang Guru, sudah tentu para murid mendapatkan banyak perasaan. Meski Tuhan Yesus sudah memberikan kabar tentang akan turunnya Roh Kudus, namun tidak menampik kemungkinan munculnya perasaan takut atau khawatir pada diri mereka. Namun, ada sebuah kegiatan yang dilakukan oleh para murid yang sangat efektif bagi kehidupan mereka sebagai sebuah komunitas iman. Seperti yang tergambar dalam ayat 14, kita dapat melihat mereka bertekun dalam melakukan pertemuan untuk berdoa dan saling menguatkan hati satu sama lain. Kemudian, pada ayat-ayat berikutnya kita juga dapat melihat sebuah pendahuluan untuk membicarakan perihal pengganti Yudah agar jumlah murid Yesus tetap tergenapi. Semua hal inilah yang mereka lakukan di dalam persekutuan.
Sahabat Alkitab, sebagai umat Tuhan kita tentu memiliki kehidupan keimanan personal yang kita bangun dalam ruang-ruang privat sebagai individu. Ada cukup banyak umat yang memiliki tradisi berdoa, pembacaan Alkitab hingga pujian yang dilakukan secara personal. Samua itu adalah hal yang sangat baik. Meski kita juga tidak dapat melepaskan kenyataan bahwa setiap individu umat Tuhan perlu membangun kehidupan yang membangun satu sama lain. Inilah nilai yang perlu kita bangun dan pertahankan dalam hidup beriman bahwa persekutuan merupakan sebuah ‘ruang’ dimana kita dapat berdoa-memuji Tuhan bersama, saling menguatkan hati satu sama lain dan merancang kehidupan bersama sebagai sebuah komunitas iman. Persekutuan ini dapat terjadi di dalam keluarga maupun gereja.