Peristiwa yang tercatat dalam Lukas 1:57-66 menampilkan sebuah ketegasan sikap iman dari seorang Elisabet. Kita perlu menyadari bahwa Elisabet adalah seorang perempuan lanjut usia yang telah lama mendambakan kehadiran seorang anak dari suaminya yang juga sudah tua. Kini, segala kerinduan dan pengharapan yang telah tertimbun lama itu pun menjadi kenyataan. Namun, bukan hanya sekadar pemenuhan keinginannya secara sepihak, teryata anak kandung yang ia lahirkan merupakan bagian dari rangkaian pekerjaan Tuhan. Elisabet dan Zakharia pun telah mengetahui akan hal tersebut. Kini, pada tradisi penyunatan sekaligus pemberian nama bagi setiap bayi berumur delapan hari, Elisabet dan Zakharia tetap mengingat atas pekerjaan Tuhan tersebut. Itulah mengapa, Elisabet tetap bersikeras untuk memberikan nama ‘Yohanes’ bagi anaknya, alih-alih mendengarkan saran keluarga besarnya untuk memberikan nama ‘Zakharia’ sesuai dengan kebiasaan masyarakat saat itu.
Ketegasan sikap Elisabet dalam mempertahankan pemberian nama ‘Yohanes’ bagi anaknya merupakan sikap yang teguh untuk tetap mengikuti rancangan dan kehendak Tuhan. Dia tidak membiarkan dirinya terhanyut dalam euforia atas hadirnya sosok anak yang telah dinantikan selama puluhan tahun. Elisabet pun tidak membiarkan dirinya melupakan dan meninggalkan rancangan Tuhan yang telah sejak awal diberitahukan kepada sumainya dan dirinya.
Sahabat Alkitab, melalui permenungan dari firman Tuhan pada hari ini kita pun belajar mengenai pentingnya wawas diri dalam menikmati setiap pengalaman sukacita yang kita dapatkan. Jangan sampai kita terlena dalam kebahagiaan dan tenggelam dalam euforia yang tanpa sadar justru menjauhkan kita dari pekerjaan Tuhan. Kita tetap perlu berpaut pada kehendak-Nya dan selalu menyadari peran dalam seluruh rangkaian pekerjaan Tuhan melalui diri kita. Oleh sebab itu, sukacita, sebesar apapun itu, tidak boleh menjauhkan kita dari karya Tuhan.