Bagi Pengkhotbah, di satu sisi hidup itu seperti sebuah usaha dilakukan terus menurus tanpa makna. Namun, di sisi lain setiap orang diundang untuk menemukan sukacita hidup. Rupanya, hidup ini toh tetap bermakna juga; memaknai kehidupan artinya menikmatinya (9:7). Bagaimana menikmati hidup ini? Tentu bukan dengan kepuasan diri, harta, kekuasaan, dsb! Sebelumnya sudah ditegaskan, bahwa siapa yang mencintai uang tidak akan pernah puas dengannya (5:10).
Tidak berhenti di situ, penulis bijak itu memberi nasihat-nasihat lebih lanjut pada pasal 10. Gayanya kini mirip dengan yang dapat kita jumpai dalam kitab Amsal. Bagian yang menarik untuk kita renungkan adalah ayat 19, yang begini bunyinya: “Pesta membuat tertawa, dan anggur membuat gembira. Tapi perlu ada uang untuk membayarnya” (BIMK). Tampaknya tidak selalu orang dapat menikmati karunia atau kebaikan Tuhan dengan cara yang benar. Bagi banyak orang ternyata uang menjadi alat paling efektif untuk mencapai hasrat dan keinginannya.
Sahabat Alkitab,
Tidak jarang kita merasa heran mengapa kehidupan seakan-akan berpihak hanya pada yang kaya dan berkedudukan tinggi. Cara pandang demikian membuat kita tidak mampu melihat terang, dan menemukan alasan bersyukur. Bahayanya lagi, kita mungkin saja tergoda untuk mengikuti pola serupa. Tidaklah berlebihan jika dikatakan, bahwa memaknai hidup harus dilakukan dengan bersyukur. Bersyukur menghindarkan kita dari perilaku koruptif. Bagi sebagian orang, hidup ini menyenangkan karena ada “pesta” dan “anggur”. Bagi orang yang percaya dan berhikmat, hidup yang bermakna yang utama; hidup yang berarti tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain (ayat 16-17). Bukankah demikian seharusnya kita menikmati hidup?
Salam Alkitab Untuk Semua