Melanjutkan wejangan sebelumnya, Pengkhotbah mengajarkan kita bagaimana bersikap bijak dalam dunia yang sewaktu-waktu berpihak kepada kita, tetapi di lain waktu tidak. Kita ingat akan apa yang dikatakan di 10:14, yang berbunyi begini: “Hari depan tersembunyi bagi kita semua.” Nah, kalau begitu, apakah kita boleh pasrah saja? Tentu saja tidak! Khususnya anak muda, kita dihimbau untuk tetap bekerja dan berkarya dengan hikmat dari Tuhan. Ibarat seorang entrepreneur yang berinvestasi dalam berbagai bentuk usaha, dia dapat terhindar dari bencana finansial, jika salah satu usahanya gagal atau merugi. Jadi, dalam hidup ini setiap orang harus bijaksana atau cerdas. Tidak hanya itu, seperti halnya pengusaha tadi, kita dituntut untuk berani mengambil peluang dan bahkan resiko.
Sahabat Alkitab, tidak sedikit orang mengasosiasikan kepandaian atau kecerdikan dengan relasi yang buruk antara seseorang dan sesamanya. Orang pandai guna mencari keuntungan dan cerdik guna memanfaatkan orang lain. Meskipun demikian, kita harus melihat segi penting dari hikmat berikut ini: kepandaian atau kecerdikan. Seperti penulis-penulis Amsal, Pengkhotbah kesal dengan perilaku orang-orang bodoh. Namun, kita tahu bahwa seseorang dituntut untuk cerdas sekaligus tulus (Mat. 10:16). Kepandaian harus kita syukuri sebagai pemberian Tuhan dan kita terapkan untuk kebaikan, bukan hanya untuk keuntungan diri sendiri. Sebagai manusia yang fana dan terbatas, kita tahu bahwa hidup ini akan berakhir dan kesempatan akan berlalu (ayat 7-8). Pesan Pengkhotbah sederhana, agar kita bijaksana dan memanfaatkan waktu kita dengan sebaik-baiknya. Selamat hidup berhikmat.
Salam Alkitab Untuk Semua