Dunia modern yang kita jalani sekarang ini meletakkan posisi yang begitu tinggi terhadap kelimpahan material yang dimiliki oleh seseorang. Tengoklah media sosial kita yang seringkali hanya menjadi etalase bagi mereka yang membutuhkan tempat untuk memamerkan apa miliknya. Dalam bahasa yang lebih populer, orang-orang dimasa kini seolah-olah memiliki kebutuhan yang tidak terbantahkan untuk flexing. Pada akhirnya kita pun terjebak untuk berpikir bahwa satu-satunya yang berharga dalam kehidupan ini adalah harta kekayaan semata. Padahal dunia ciptaan Tuhan ini dengan segala keberadaan ciptaan di dalamnya jauh lebih luas dari sekedar hal tersebut.
Bagian bacaan kita hari ini adalah bagian terakhir syair pemazmur yang membicarakan mengenai manusia dan pengejarannya akan kebahagiaannya yang sia-sia. Secara khusus Mazmur 49:17-21 berbicara mengenai relasi manusia dan kekayaan. Pembicaraan tersebut dimulai dengan sebuah fakta yang menampar manusia yakni betapapun seseorang menjadi kaya dan keluarganya menjadi luar biasa sejahtera, ketika kematian menyapa maka semua itu akan ditinggal dan tidak dibawa serta. Bahkan kemuliaan serta kemasyuran yang dicapainya semasa hidup pun tidak akan mengiringinya ke dunia orang mati. Kekayaan, kemasyhuran, dan kemuliaan menjadi kesia-siaan semata karena semua hal tersebut tidak akan dapat membuat seseorang menjadi abadi. Seruan pemazmur ini bukanlah sebuah ungkapan getir dari seorang yang tak berpunya, melainkan bentuk kebijaksanaan yang mengingatkan setiap insan untuk juga menjalani kehidupannya dengan kebijaksanaan. Pada ayat 21 ditegaskan oleh pemazmur bahwa Manusia yang dalam kegemilangannya tidak mempunyai pengertian, ia seperti hewan yang akan binasa. Hal tersebut berarti bahwa menjadi kaya, termasyur, dan punya hidup yang baik sah-sah saja, tetapi milikilah pengertian atau kebijaksanaan untuk menentukan langkah serta pilihan agar hidup yang dijalani tidak berubah menjadi sebuah pengejaran yang melelahkan dan tiada henti akan harta yang semu serta “tidak dibawa mati”.
Sahabat Alkitab, seorang pemikir konon katanya pernah berujar bahwa manusia modern rentan terjatuh pada kelelahan eksistensial. Apakah itu? Sebuah perasaan kelelahan yang tidak terperi saat seseorang mengejar sesuatu yang dipikirnya mendatangkan bahagia, tetapi ternyata jawabannya tidak terletak pada hal yang ia kejar dan tidak kunjung ia peroleh. Kekayaan, kesuksesan, kemasyuran hidup seringkali dibayangkan sebagai jawaban atas segala ketidakpastian dan keresahan, padahal nyatanya hal-hal tersebut hanya menambah kecemasan kita. Pemazmur mengingatkan bahwa ternyata pada akhirnya yang terpenting adalah mengutamakan pengertian dan kebijaksanaan akan apa yang benar dalam Tuhan. Ia sendirilah yang menjadi jawaban atas segala ketidakpastian yang kita rasakan dan keresahan yang selalu datang menghampiri.