Semua orang tentu pernah mengeluh. Dan bahkan, dibandingkan dengan bersyukur, mengeluh sepertinya jauh lebih banyak. Bumi ini, kalau didengar dari ruang akangkasa sana, akan terdengar seperti nyanyian kesedihan karena saking banyaknya keluhan didalamnya. Lebih banyak orang yang mengeluh daripada yang bersyukur. Ketika manusia merasa tidak seharusnya mengalami kesulitan, tetapi toh mengalami kesulitan, mereka mengeluh. Dan keluahan semacam itu, tidak lain kecuali diteriakan kepada TUhan, dan menggema disetiap ujung jagad raya kita.
Dalam bacaan kita hari ini, kita membaca juga tentang keluhan. Ayub mengeluh karena kehidupannya yang tiba-tiba berubah. Dari singgasananya di atas gunung, dia dilemparkan kedalam lubang di lembah terdalam. Posisinya benar-benar berubah 180 derajat. Dulu penuh rasya syukur dan sukacita, tetapi sekarang hanya kesedihan dan keluhan. Di pasal 7:11 Ayub berkata: Oleh sebab itu aku pun tidak akan menahan mulutku, aku akan berbicara dalam kesesakan jiwaku, mengeluh dalam kepedihan hatiku. Dan di pasal 6:2-3: Ah, hendaklah kiranya kekesalan hatiku ditimbang, dan kemalanganku ditaruh bersama-sama di atas neraca! Maka beratnya akan melebihi pasir di laut. Ayub mengeluh Tuhan begitu tega terhadapnya. Juga teman-temanya, kenapa terus menyalahkan dia.
Sahabat Alkitab, sebagaimana yang dialami Ayub dalam bacaan ini, mungkin saat ini kita tengah berada dalam babak menyedihkan kehidupan kita. Dan dalam babak ini, tidak apa-apa kalau kita harus mengeluh. Tapi ingat, sebagaimana kisah hidup Ayub yang berakhir bahagia, kitapun harus berusaha untuk berakhir pada ending yang sama. dan tentu saja, itu bisa kita lakukan. Syaratnya, sama seperti yang Ayub, kita tetap menjalani hidup dengan benar. Tidak peduli seberapa berat kemalangan kita, kita tidak kehilangan kepercayaan kita kepadaNYa.
Salam Alkitab Untuk Semua