Salah satu pemahaman iman yang berkembang pada cukup banyak umat Kristen adalah menganggap iman kepada Tuhan dapat membawa mereka kepada sebuah kondisi yang nyaman tanpa atau minim masalah kehidupan. Pemahaman yang seperti demikian tentu perlu dikritis secara bertanggung-jawab. Hal ini dibutuhkan agar umat mampu megnhadapi kehidupan secara realistis dengan pengharapan yang juga nyata dari Allah, Sang Kehidupan itu sendiri. Kita dapat memulai dengan sebuah pertanyaan, “Apakah iman kepada Allah melepaskan saya dari pergumulan?”
Sahabat Alkitab, bukan sesuatu yang dapat dipungkiri bahwa berdasarkan narasi Sadrakh, Mesakh dan Abednego yang dibuang ke dalam perapian mereka memang diselamatkan oleh Allah. Namun, di dalam perikop yang menjadi bahan refleksi saat ini memberikan kita sebuah bentuk sikap beriman yang tidak mengejar kesuksesan/kenikmata hidup. Pada ayat 17-18 kita melihat sebuah sikap beriman yang berserah kepada Allah dan tidak memaksakan kehendak atau keinginan untuk terbebas dari pergumulan. Raja Nebukadnezar sedang merendahkan Allah yang disembah oleh Sadrakh, Mesakh dan Abednego, namun mereka bertiga justru merespons dengan pernyataan iman yang elegan sekaligus sangat berkuasa, yakni “Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.”
Paling tidak terdapat 2 nilai yang terkandung dalam jawaban ketiga pemuda tersebut, yaitu: pertama, kuasa Allah melebihi siapa pun; kedua, keterlepasan dari pergumulan/masalah bukan menjadi penentu berkuasa atau tidaknya Allah dan tidak menjadikan iman kepada Allah sebagai sesuatu yang sia-sia. Artinya, bagi Sadrakh, Mesakh dan Abednego keterlepasan dari ancaman Nebukadnezar bukanlah tujuan mereka beriman kepada Allah. Mereka tidak lagi memedulikan apakah Allah sanggup atau tidak melepaskan mereka dari perapian karena iman mereka sudah melamapaui persoalan tersebut. Allah sudah tentu sanggup melepaskan mereka, namun pada saat ia berkehendak. Bagi mereka bertiga, iman bukan dimaksudkkan untuk melepaskan mereka dari masalah melainkan memapukan mereka untuk menjalani kehidupan dengan segala pergumulan yang ada di dalamnya. Imanlah yang memampukan mereka menghadapi ancaman perapian dengan sikap teguh dan keteguhan karena adanya pengharapan hidup di dalam Allah, Sang Kuasa.
Beriman bukanlah cara untuk melepaskan diri dari masalah, melainkan iman memampukan setiap orang untuk menghadapi berbagai masalah kehidupan bersama Sumber Kehidupan