Kondisi Sarai pada saat itu memang tidak menyenangkan. Sebagai seorang perempuan yang hidup zaman itu, nilai Sarai sebagai seorang perempuan ditentukan oleh mampu atau tidak mampunya ia memberikan keturunan bagi Abram, suaminya. Namun, apalah daya ternyata hingga umurnya saat itu Sarai tidak juga mendapatkan anak. Alhasil, dalam keputusasaannya Sarai mengambil keputusan untuk menyerahkan Hagar sebagai ‘rahim’ pinjaman untuk melahirkan anak dari Abram. Namun, masa depan ternyata tidak sesuai harapan. Hagar, dalam perubahan perannya dari sekedar hamba menjadi medium penyambung keturunan Abram, justru berlaku tak patut terhadap Sarai, nyonyanya. Kondisi hidup Sarai pun bukan bertambah baik, melainkan semakin runyam dengan permasalahan-permasalahan baru akibat keputusannya tersebut.
Sarai dalam perikop ini, tidak mengambil keputusan di dalam pengharapan. Alhasil, keputusannya justru bias. Ia melupakan ucapan berkat yang sudah TUHAN sampaikan kepada Abram perihal keturunan kandung. Tekanan budaya juga telah membuat Sarai merasa sebagai pengambil keptusuan yang paling tepat atas hidupnya, hingga tanpa sadar ia sedang melenceng dari karya TUHAN bagi hidupnya dan Abram. Inilah dampak sebuah pengambilan keputusan di luar pengharapan.
Sahabat Alkitab, pengambilan keputusan di dalam pengharapan merupakan bagian beriman untuk berjalan dalam penyertan TUHAN. Terkadang kita merasa terlalu panik sehingga salah mengambil tindakan. Atau, ada juga masa dimana kita merasa paling tahu tentang keputusan apa yang terbaik bagi hidup kita sehingga tanpa sadar kita menyingkirkan TUHAN yang sedang berkarya dalam hidup kita. Olehsebab itu, janganlah biarkan tekanan hidup, kecemasan, ketakutan atau pun tuntutan budaya-sosial membuat kita bertindak dan mengambil keputusan di luar pengharapan. Mengutip pepatah lama, “Penyesalan selalu datang belakangan!”, jadi bertindaklah dalam pengharapan karena hanya itulah peluang kita untuk bertumbuh dengan sikap berserah dan hikmat dari Tuhan.
Salam Alkitab Untuk Semua