Samuel melakukan semacam persidangan untuk berperkara dengan orang Israel perihal kualitas kepemimpinannya di tengah bangsa itu. Pada satu sisi, tindakan ini mungkin terkesan menjadi cara bagi Samuel untuk membersihkan nama dan kepemimpinannya pasca kesalahan dan dosa yang telah dilakukan anak-anaknya yang korup dalam menjalankan tugas kepemimpinan di tengah umat Tuhan. Samuel berperkara dengan seluruh orang Israel untuk menegaskan ketulusan dan kejujurannya selama menjalankan perannya di tengah bangsa Israel. Namun, pada sisi lain tindakan ini juga menjadi sebuah penegasan sekaligus pengajaran bagi bangsa Israel untuk mempersiapkan diri mereka menjalani pola hidup baru sebagai sebuah bangsa yang dipimpin oleh raja. Samuel memberikan pesan yang sebenarnya sangat penting untuk diperhatikan dan diingat oleh seluruh orang Israel, yakni perihal kesetiaan.
Pada bagian awal dari pidatonya, Samuel menunjukkan mengenai kesetiaannya dalam menjalankan peran yang Tuhan percayakan kepadanya. Namun, pada bagian berikutnya Samuel justru menguak segala kecenderungan hati dari orang Israel, sejak dulu hingga sekarang, yang berulang kali mengkhianati Tuhan maupun kepemimpinan orang-orang yang Tuhan utus di tengah mereka. Generasi bangsa Israel pada saat itu pun menyangka bahwa kebutuhan mereka yang sangat mendesak yang akan berpengaruh terhadap masa depan mereka sebagai bangsa adalah kehadiran sosok raja sebagai pemimpin, seperti yang juga dimiliki oleh bangsa-bangsa kuat di sekitaran mereka. Padahal, pidato Samuel ini justru menguak bahwa masalah utama bukanlah perihal siapa yang memimpin mereka, melainkan perihal kesetiaan mereka sebagai bangsa.
Sahabat Alkitab, kesetiaan adalah faktor penting pembentuk relasi, secara khusus di tengah upaya untuk membangun hubungan yang berhasil, efektif dan konstruktif bagi setiap individu yang ada di dalamnya. Hubungan antara orang Israel dengan Tuhan dan para sosok pemimpin yang Tuhan pilih pun dapat kita jadikan sebagai cermin refleksi untuk menggali kembali pengenalan terhadap diri kita sendiri, khususnya mengenai kesetiaan dalam hubungan. Kita perlu secara sungguh-sungguh memahami nilai dari kesetiaan dan mewujudkannya dalam segala bentuk relasi yang kita miliki, mulai dari dalam keluarga hingga ke lingkungan lain yang lebih luas. Semua relasi itu pun dapat menjadi ruang introspeksi yang sangat nyata untuk mencermati bentuk kesetiaan kita kepada Tuhan.
Samuel melakukan semacam persidangan untuk berperkara dengan orang Israel perihal kualitas kepemimpinannya di tengah bangsa itu. Pada satu sisi, tindakan ini mungkin terkesan menjadi cara bagi Samuel untuk membersihkan nama dan kepemimpinannya pasca kesalahan dan dosa yang telah dilakukan anak-anaknya yang korup dalam menjalankan tugas kepemimpinan di tengah umat Tuhan. Samuel berperkara dengan seluruh orang Israel untuk menegaskan ketulusan dan kejujurannya selama menjalankan perannya di tengah bangsa Israel. Namun, pada sisi lain tindakan ini juga menjadi sebuah penegasan sekaligus pengajaran bagi bangsa Israel untuk mempersiapkan diri mereka menjalani pola hidup baru sebagai sebuah bangsa yang dipimpin oleh raja. Samuel memberikan pesan yang sebenarnya sangat penting untuk diperhatikan dan diingat oleh seluruh orang Israel, yakni perihal kesetiaan.
Pada bagian awal dari pidatonya, Samuel menunjukkan mengenai kesetiaannya dalam menjalankan peran yang Tuhan percayakan kepadanya. Namun, pada bagian berikutnya Samuel justru menguak segala kecenderungan hati dari orang Israel, sejak dulu hingga sekarang, yang berulang kali mengkhianati Tuhan maupun kepemimpinan orang-orang yang Tuhan utus di tengah mereka. Generasi bangsa Israel pada saat itu pun menyangka bahwa kebutuhan mereka yang sangat mendesak yang akan berpengaruh terhadap masa depan mereka sebagai bangsa adalah kehadiran sosok raja sebagai pemimpin, seperti yang juga dimiliki oleh bangsa-bangsa kuat di sekitaran mereka. Padahal, pidato Samuel ini justru menguak bahwa masalah utama bukanlah perihal siapa yang memimpin mereka, melainkan perihal kesetiaan mereka sebagai bangsa.
Sahabat Alkitab, kesetiaan adalah faktor penting pembentuk relasi, secara khusus di tengah upaya untuk membangun hubungan yang berhasil, efektif dan konstruktif bagi setiap individu yang ada di dalamnya. Hubungan antara orang Israel dengan Tuhan dan para sosok pemimpin yang Tuhan pilih pun dapat kita jadikan sebagai cermin refleksi untuk menggali kembali pengenalan terhadap diri kita sendiri, khususnya mengenai kesetiaan dalam hubungan. Kita perlu secara sungguh-sungguh memahami nilai dari kesetiaan dan mewujudkannya dalam segala bentuk relasi yang kita miliki, mulai dari dalam keluarga hingga ke lingkungan lain yang lebih luas. Semua relasi itu pun dapat menjadi ruang introspeksi yang sangat nyata untuk mencermati bentuk kesetiaan kita kepada Tuhan.