Pemazmur sedang mengungkapkan kemahakuasaan TUHAN yang dengan firman atau perkataan-Nya, Ia pun menciptakan segala sesuatunya. Syair yang muncul dalam ayat 6-9 ini merupakan cerminan dari narasi penciptaan yang terdapat dalam Kejadian 1, yakni ketika dunia ini diciptakan TUHAN dengan firman-Nya. Kehidupan ini dibentuk TUHAN dengan firman-Nya. Itulah kuasa perkataan TUHAN yang tidak dimiliki dan tidak dapat dilakukan oleh siapa pun juga. Pemazmur juga meluapkan ungkapan bangga dan syukur atas tindakan TUHAN terhadap nenek moyangnya sebagai bangsa Israel. Hal ini dimunculkan pada ayat 7, “Ia mengumpulkan air laut seperti dalam bendungan, Ia menaruh samudera raya ke dalam wadah.” Secara sekilas, syair itu mungkin terkesan sebagai ungkapan sastra yang umum. Namun, dibalik itu semua terdapat pengalaman bangsa Israel dengan TUHAN, yakni pada saat TUHAN membelah Laut Merah (bdk. Keluaran 15:1-18) yang terus diingat secara turun-temurun. Peristiwa ketika TUHAN membebaskan bangsa Israel dari tangan Firaun dengan cara membelah lautan telah dirangkai dalam bentuk syair dengan sangat indah.
Sahabat Alkitab, rangkaian ayat 6-9 yang dijadikan pemazmur sebagai bentuk ingatan akan pertolongan dan kemahakuasaan TUHAN, entah itu dalam hidupnya secara personal maupun sebagai sebuah bangsa, menjadi sebuah bentuk teladan beriman yang baik untuk kita kembangkan dalam setiap puji-pujian kepada-Nya. Lebih tepatnya, pada saat memberikan pujian kepada TUHAN, kita juga perlu melakukan pengingatan akan peran, kemahakuasaan dan tindakan TUHAN dalam kehidupan kita pribadi, keluarga kita, komunitas kita berjemat, maupun negara Indonesia. Hal itu sangat diperlukan agar setiap pujian yang kita nyanyikan kepada TUHAN bukan sekedar kita ucapkan dengan mulut melainkan suatu penegasan hati akan kehadiran dan peran TUHAN.