Terdapat dua sikap yang muncul dalam ayat 1-5, yakni: sikap TUHAN yang mendorong Daud untuk pergi berperang di Kehila dan sikap rombongan Daud yang takut untuk melakukannya. Daud pun berada di tengah pilihan yang saling bertolak-belakang. Namun, di tengah kondisi seperti inilah kita melihat salah satu kekhasan Daud, yakni menanyakan kehendak TUHAN. Sejak awal, Daud segera meminta petunjuk TUHAN terkait apa yang harus ia lakukan dalam peperangan di Kehila. Lalu, setelah ia mendengar rombongannya tidak kuat mental untuk menghadapi peperangan itu Daud pun kembali meminta kepastian dari TUHAN.
Dua kali Daud menghadap TUHAN, yang pertama sebagai petunjuk dan yang kedua sebagai kepastian.
Berdasarkan lima ayat pertama ini saja, kita sudah melihat bahwa sosok beriman yang taat seperti Daud pun masih mengalami kebimbangan atau kebingungan. Padahal, TUHAN sudah memberikan petunjuk yang cukup jelas kepadanya, yakni “Pergilah, kalahkanlah orang Filistin itu dan selamatkanlah Kehila.” Namun, akibat lingkungan yang tidak sesuai dengan firman itu, Daud pun harus kembali kepada TUHAN. Kali ini dia tidak meminta petunjuk, melainkan kepastian untuk meneguhkan hati dalam mengambil keputusan dan melancarkan strategi perangnya.
Sahabat Alkitab, mengalami kebimbangan dalam jalannya misteri kehidupan adalah bagian dari proses beriman. Kita tidak perlu memaksa untuk menjadi ‘sempurna’. Seolah-olah, dengan beriman berarti kita sudah tentu tahu segala hal yang harus dan akan kita lakukan atau ketika kita mengalami kebingungan di tengah perjalanan kehidupan, lantas kita pun merasa kurang beriman kepada TUHAN.
Daud adalah contoh manusia beriman dengan segala proses perkembangannya. Ada kalanya ia bingung dan bimbang, meski TUHAN sudah memberikan penyataan. Namun, hal itu tidaklah sesuatu yang berdosa atau cela di hadapan TUHAN. Kita hanya perlu datang kepada-Nya dan membuka hati untuk mengalami penguatan oleh firman-Nya.
AMIN