Ada kalanya kita menginginkan pengakuan dari orang lain atas sejumlah karya atau pekerjaan yang kita lakukan. Hal ini tentu bukan sesuatu yang salah. Bahkan, jika kita meniliknya dari teori hierarki kebutuhan Maslow, maka kita akan menemukan bentuk pengakuan dari orang lain sebagai bagian dari kebutuhan seorang manusia. Diakui oleh orang lain menjadi bentuk penegasan akan eksistensi dan nilai dirinya sebagai individu. Namun, bagaimana ketika kita melakukan sebuah pekerjaan baik namun tidak dianggap? Apakah kita perlu melakukan hal yang dapat memancing perhatian dan pengakuan dari orang lain?
Pesan yang TUHAN berikan kepada Yehezkiel pada bagian akhir dari pasal 33 ini dapat memberikan kita nilai dasar mengenai pentingnya membentuk pribadi yang tidak bergantung pada ‘apa kata orang’. TUHAN sedang mempersiapkan mental dan karakter Yehezkiel sebagai seorang nabi yang kemungkinan besar akan mendapatkan penolakan dari orang-orang Israel. Bahkan, kehadiran Yehezkiel terkesan sebagai seorang penghibur yang berlalu begitu saja di hadapan orang Israel. Itulah mengapa TUHAN menyamakan Yehezkiel sebagai seorang penyanyi mahir bersuara merdu yang didengarkan secara nikmat oleh pendengar, namun tidak memengaruhi sedikit pun kehidupan orang Israel. Seolah-olah, setiap perkataan yang keluar dari mulut Yehezkiel bukan keluar dari pribadi seorang nabi, melainkan sekadar penghibur jalanan. Meski demikian, bagi TUHAN pengakuan dari orang Israel bukanlah penentu kualitas kenabian dari Yehezkiel, melainkan penggenapan atas segala perkataan itulah yang menjadi kualitas perannya.
Sahabat Alkitab, kita perlu mawas diri agar tidak terjebak di tengah kegamangan untuk hidup benar di tengah dunia. Memang, ada kalanya banyak orang tidak menghiraukan perbuatan baik yang kita lakukan. Ada kalanya pula segala upaya yang berlandaskan firman TUHAN justru direspons secara negative oleh orang di sekitar. Namun, kita telah belajar tentang kualitas seorang umat TUHAN yang terbentuk dan dibuktikan melalui sikap hidup yang konsisten dan selaras dengan pesan firman-Nya. Jangan sampai kita berubah menjadi labil dalam iman hanya demi memuaskan Hasrat orang di sekitar dan mendapatkan pengakuan dari mereka, meski ternyata kita sedang melawan firman TUHAN. Kualitas karakter dan mental dari seorang percaya tidak ditentukan oleh ‘apa kata orang’, melainkan sikap hidup yang selaras dengan nilai-nilai kebenaran firman TUHAN.