Syair Kidung Agung ini penuh dengan teka-teka, secara khusus terkait pelantun masing-masing ayat. Namun, para penafsir meyakini bahwa di dalam perikop ini terdapat nilai independen pada diri sang mempelai perempuan. Secara khusus, ia sedang menunjukkan ketangguhan dan kebebasannya dalam menentukan peran, nilai diri serta kehiudpannya sebagai seorang perempuan. Hal ini tentu menjadi sesuatu yang sangat istimewa di masa itu, dimana banyak laki-laki masih memperlakukan perempuan sebagai komoditas atau merasa memiliki hak kepemilikan penuh atas diri perempuan.
Kalimat yang tertuang pada ayat 11 pun menjadi semacam penegasan tentang pesan independen yang dimaksudkan. Si penyair merujuk kepada kekuasaan dan kekayaan Salomo, sang mempelai pria sekaligus raja. Kebun anggur yang disebutkan pada ayat 11 ini pun digunakan sebagai simbolisasi atas kekuasaan dan kekayaan Salomo. Namun, si perempuan justru membandingkan kebun anggur tersebut dengan kebun anggurnya sendiri. Sungguh sebuah sikap tegas dan berani sebagai seorang perempuan untuk menyuarakan kebebasannya.
Sahabat Alkitab, disamping sifat kerumitan dari teks ini kita tetap dapat mempelajari nilai yang sangat fundamental dalam sebuah hubungan yang sehat. Suara mempelai perempuan yang tertuang dalam syair ini telah menjadi wujud keberanian dalam mengupayakan kebebasan dan kesetaraan antara dirinya sebagai seorang perempuan dengan laki-laki. Pembelajaran akan firman TUHAN pada hari ini pun menuntun kita untuk masuk ke dalam proses evaluasi maupun persiapan dalam membangun hubungan yang sehat. Kesetaraan adalah aspek yang idealnya muncul dalam hubungan yang sehat. Sebuah hubungan akan sangan sulit untuk dipertahankan atau berjalan secara efektif ketika ia dibangun atas dasar ketimpangan peran maupun nilai dari tiap individu yang ada di dalamnya.