Mengkhayati pembebasan Tuhan tidaklah sekadar kata-kata yang diucapkan dalam sesi pengakuan dosa dalam ibadah maupun doa-doa pribadi. Ujian sesungguhnya terhadap kualitas pengkhayatan ini terjadi dalam tingkah hidup setelah kita mengucapkannya. Sebagai umat Tuhan, kita sangat perlu mengkhayati arti dari pembebasan yang Tuhan berikan sehingga kita dapat membangun kehidupan yang bertanggung jawab sebagai umat-Nya. Sungguh disayangkan, ketika seorang umat Tuhan justru menampilkan kualitas yang serba tanggung dalam menghidupi imannya, apalagi jika ia memiliki prinsip, “Toh Tuhan paling murah hati dan tidak mungkin meninggalkan saya sendiri.”
Kemurahatian yang Tuhan berikan bagi kita tidak semestinya direspons dengan sebuah sikap anggap remeh. Pemazmur pun menunjukkan betapa berharganya kemurahatian Tuhan yang sangat memengaruhi kehidupannya. Kemurahatian Tuhan itulah yang sangat dinantikan, lebih dari seorang pengawal menantikan pagi. Kemurahatian Tuhan itulah yang membawa perubahan hidup dan pembebasan dari segala tekanan yang membelenggunya. Kemurahatian Tuhan memiliki nilai yang sangat tinggi di hadapan pemazmur. Kemurahatian Tuhan jugalah yang membuat pemazmur yakin bahwa seruan permohonannya mendapatkan perhatian dan respons dari Tuhan sehingga ia tidak teracuhkan di hadapan Tuhan.
Sahabat Alkitab, luapan iman dari pemazmur ini dapat menjadi cermin bagi kita menghayati kelekatan rasa antara kita dengan beragam aksi pemerliharaan Tuhan. Jangan sampai kita hanya merindukan kehadiran Tuhan di tengah situasi hidup yang dianggap berat, namun perlahan memudar seiring dengan perubahan kondisi yang dianggap semakin nyaman. Kita perlu membangun keintiman ikatan rasa terhadap segala karya Tuhan, tidak secara sementara melainkan bersifat tahan lama, tidak hanya pada saat kita merasa membutuhkannya tetapi berlangsung lama bahkan ketika situasi hidup kita sedang penuh dengan kenyamanan.