Melalui keempat ayat ini, kita dapat merasakan intensitas konflik yang cukup menguat di tengah jemaat Galatia. Paulus menggunakan bahasa yang tergolong keras dan tajam untuk mengkritisi kondisi jemaat Galatia yang tengah berkutat pada persoalan ajaran iman yang menyimpangkan pemahaman jemaat di sana, yakni dengan berlaku formalisme melalui praktek keyahudian. Kita pun perlu berhati-hati agar tidak mengambil kesimpulan yang terlalu sempit terhadap keseluruhan pesan Paulus. Secara khusus, melalui keempat ayat ini Paulus juga mengungkapkan perseteruan yang pernah terjadi antara ia dengan Petrus terkait ajaran iman kepada Kristus.
Kritikan Paulus terhadap Petrus dan rekan-rekan lainnya yang ia anggap berlaku munafik adalah perihal kelemahan sikap iman yang justru takut kepada khalayak ramai dibanding kepada Kristus, Sang Kepala gereja itu sendiri. Terlihat dengan sangat jelas bahwa Paulus sungguh menyayangkan sikap Petrus yang labil untuk mengajarkan keterbukaan kasih Allah bagi jemaat Tuhan yang tidak berlatar belakang Yahudi. Paulus tidak sekadar mengkirik ketakutan iman Petrus pada waktu itu, namun ia juga menyoroti perihal dampak dari sikap iman yang labil semacam itu. Melalui penceritaan tentang konflik antara ia dengan Petrus itulah, Paulus juga menunjukkan kepada jemaat di Galatia bahwa sikap iman yang lemah kepada Kristus tidak hanya mengganggu pertumbuhan iman kita secara personal, melainkan juga dapat berdampak buruk kepada orang lain. Sikap Petrus yang labil itu pula yang sedikit-banyak dapat menjadi momentum buruk bagi ketidakjelasan pemahaman iman jemaat kepada Kristus.
Sahabat Alkitab, Catatan dari Paulus pada hari ini telah menunjukkan bahwa sikap iman yang labil seperti pernah ditunjukkan oleh Petrus telah menjadi celah bagi hadirnya berbagai bentuk pengajaran iman yang sangat mengganggu pertumbuhan kesehatan iman jemaat, misalnya seperti yang terjadi di tengah komunitas jemaat di Galatia. Oleh sebab itu, kita perlu memperhatikan perihal ketegasan sikap iman kepada Kristus. Apakah kita sungguh-sungguh mengutamakan Dia atau masih sering kalah di tengah himpitan keamanan dan kenyamanan diri sendiri? Kita perlu menyadari bahwa sebagai umat Tuhan, sikap iman yang kokoh, penuh dengan komitmen dan konsistensi akan berdampak baik bagi pertumbuhan diri dan mempengaruhi kondisi orang lain di sekitar kita.